Kamis, 07 Maret 2013

Dakwah Nabi Muhammad SAW: Suatu Konsep Pendidikan (1)

Dakwah Nabi Muhammad SAW pada dasarnya merupakan sebuah proses pendidikan di dalam masyarakat sebab upaya dakwah ini dilakukan untuk menghasilkan manusia yang baik. Proses pendidikan yang dilakukan Nabi SAW tersebut mengandung banyak hikmah dan pelajaran yang dapat dijadikan teladan bagi umat Islam dalam mendidik masyarakat. Beberapa pelajaran yang dapat diambil dari dakwah Nabi Muhammad SAW :  pertama para guru atau dai hendaknya merupakan orang-orang yang terbaik akhlaqnya karena manusia pada umumnya lebih mudah bersimpati dengan orang-orang yang suka berbuat baik kepada orang lain. Kedua, keyakinan sebagai unsur paling penting dalam suatu proses pendidikan masyarakat karena dengan keyakinan yang kuat seseorang dapat bersabar terhadap berbagai kesulitan hidup. Ketiga, dakwah harus berlandaskan ilmu yang kuat karena keyakinan akan kuat jika berlandaskan pada hujjah yang kuat juga.

1.            Pendahuluan

Jika disimak para tokoh yang ditulis oleh Michael Hart di dalam karyanya mengenai tokoh-tokoh paling berpengaruh di dunia[1], maka dapat disimpulkan bahwa karya atau warisan ketokohan orang-orang berpengaruh itu pada umumnya berkisar pada dua hal. Pertama, karya-karya mereka berupa pikiran-pikiran besar yang mengubah masyarakat secara berarti, baik pada tingkat regional tertentu atau bahkan seluruh dunia. Kehebatan pikiran-pikiran besar ini terlihat ketika pikiran-pikiran itu menginspirasi dan mengilhami banyak orang dalam rentang waktu yang lama setelah tokoh-tokoh ini wafat. Bentuk pikiran-pikiran besar ini bisa seperti ajaran agama, filsafat, teori-teori sains, teori-teori sosial, serta berbagai karya seni dan sastra. Tokoh-tokoh yang masuk kelompok ini adalah Budha, Kong Hu Cu, Aristoteles, Isaac Newton Karl Marx, John Locke, Ludwig Van Beethoven, dan lain-lain.
Kedua, prestasi-prestasi nyata yang mengagumkan yang terwujud saat mereka hidup seperti daerah kekuasaan yang luas, suatu negara yang disegani, atau angkatan bersenjata yang kuat seperti diantaranya. Mereka yang termasuk kelompok ini diantaranya adalah Jengis Khan, Alexander Agung, Hitler, Napoleon Bonaparte, Mao Tse Tung, dan lain-lain. Walaupun sangat mungkin tokoh-tokoh ini juga memiliki pikiran-pikiran besar, namun orang-orang sesudah mereka lebih mengenang kebesaran mereka berdasarkan prestasi mereka yang bersifat fisik dibandingkan karya yang bersifat pemikiran.
Dari semua tokoh paling berpengaruh yang disebut Michael Hart dalam bukunya itu, Nabi Muhammad SAW merupakan tokoh paling berpengaruh yang memiliki keistimewaan tersendiri karena semua prestasi hebat para tokoh itu terkumpul di dalam diri beliau. Hanya dalam diri Nabi Muhammad SAW pikiran-pikiran besar diwujudkan sendiri dan mencapai keberhasilan besar pada masa hidup beliau. Beliau adalah satu-satunya pemimpin yang berhasil baik dalam urusan agama maupun urusan dunia. Tidak satupun tokoh yang disebut Michael Hart memiliki keistimewaan seperti ini. Atas alasan inilah mengapa Michael Hart menempatkan Nabi Muhammad SAW di peringkat pertama pemimpin paling berpengaruh di dunia.[2]
Sebenarnya jika dicermati lebih jauh terdapat kelebihan lain Nabi Muhammad SAW yang semakin menegaskan keistimewaan beliau atas tokoh-tokoh lain. Kelebihan itu adalah keberhasilan beliau menghasilkan insan-insan terbaik yang pernah muncul di pentas sejarah dalam jumlah besar. Pengertian terbaik di sini bukan semata-mata dalam arti kecerdasan akal (intelektual), kepemimpinan, keberanian, kekayaan, atau keberhasilan di medan perang, tetapi lebih dalam pengertian akhlaq yang merupakan wujud dari keshalihan seorang hamba Allah.  Selain itu, beliau juga tidak sekedar menghasilkan beberapa gelintir tokoh ternama tetapi sebuah masyarakat yang beradab yang melanjutkan prestasi besar beliau. Ketika Alexander Agung, Hitler, Napoleon Bonaparte, Julius Caesar, atau Lenin wafat kita tidak melihat generasi penerus para tokoh berpengaruh ini melanjutkan prestasi-prestasi besar mereka sebagaimana para sahabat melanjutkan prestasi Nabi Muhammad SAW.
Sejarah mencatat bahwa setelah beliau wafat perkembangan wilayah Islam tidaklah berhenti malah berkembang semakin cepat karena terdapat semangat dakwah yang kuat dalam diri para sahabat untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Seiring dengan berkembangnya daerah kekuasaan Islam, para sahabat ini menyebar ke seluruh penjuru mengislamkan dan memakmurkan daerah-daerah yang telah ditaklukkan para tentara Islam. Dalam rentang sekitar satu abad setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Islam telah tumbuh menjadi kekuatan yang tidak tertandingi oleh peradaban lain yang kekuasaannya menjangkau tiga benua (Asia, Afrika, Eropa) yang merentang dari Andalusia (Spanyol) hingga tanah Hindustan (India).
Ini adalah buah dari pendidikan Nabi Muhammad SAW yang mampu melakukan perubahan mendasar suatu masyarakat dalam waktu sangat singkat. Tidak berlebihan jika kita menyebutnya sebagai sebuah revolusi sosial. Semenjak merebaknya dakwah Nabi Muhammad SAW, Jazirah Arab berubah secara signifikan yaitu dari sebuah negeri yang kurang dikenal dan kalah pamor dari tetangganya Persia dan Rumawi kemudian muncul sebagai bangsa yang tercerahkan lalu secara mengagumkan bangkit mengambil alih kepemimpinan dunia dan tampil sebagai masyarakat berperadaban tinggi. Dengan demikian tidaklah berlebihan untuk menyebut Nabi Muhammad SAW adalah seorang pendidik yang paling istimewa yang pernah hadir dalam lintasan sejarah manusia. Keberhasilan ini membangkitkan sebuah pertanyaan : pendidikan seperti apakah yang mampu membangkitkan kekuatan dari sebuah masyarakat yang terpuruk dalam kegelapan kemudian bangkit menjadi peradaban yang penuh cahaya dalam waktu yang singkat. 

2.            Lebih Mudah Mengatasi Kebodohan Daripada Kesesatan  

Ketika Nabi Muhammad SAW diutus untuk berdakwah di jazirah Arab, beliau mewarisi suatu masyarakat bodoh (jahiliah), yaitu mereka tidak bisa mengenali mana kebaikan dan mana keburukan. Bangsa Arab kala itu adalah bangsa yang kesenangannya adalah bermabuk-mabukan di setiap waktu; gemar berjudi yang terkadang taruhannya adalah istri mereka sendiri; menipu dan merampok sudah menjadi kelaziman; anak-anak perempuan dikuburkan; istri seorang laki-laki dapat diwariskan kepada anaknya sendiri; fanatik berlebihan terhadap suku sehingga perselisihan sepele dapat menimbulkan perang antar-suku; laki-laki dapat memiliki istri berapa saja yang mereka mau.[3] 
Ramadhan al-Buthy di dalam kitab sirahnya menyebutkan bahwa memang masyarakat Arab pada masa itu berada dalam alam kebodohan, namun mereka tidak dalam keadaan tersesat. Kebejatan moral mereka lebih pada karena menuruti hawa nafsu yang tidak dibimbing oleh ilmu yang benar dan bukan berangkat dari keyakinan yang mapan. Masyarakat Arab pada masa itu ibarat sebuah bahan baku yang belum diolah sehingga lebih mudah untuk membinanya. Itu sebabnya bangsa Arab dipandang memiliki potensi baik sebagai tempat yang baik bagi berkembangnya Islam. Keadaan ini berbeda jika dibandingkan dengan dua negara besar saat itu, yaitu kerajaan Persia dan Byzantium yang lebih tepat disebut sebagai masyarakat yang tersesat. Di Persia berkembang ajaran Zoroaster penyembah api, sedangkan di Romawi telah berkembang ajaran Nasrani yang telah menyimpang dari ajaran tauhid Nabi Isa ‘alaihis salam. Kedua negara yang mengapit jazirah Arab pada masa itu juga mengalami kebejatan moral yang parah seperti juga yang terjadi pada bangsa Arab namun kerusakan ini dipelihara dan dibina suatu oleh pemikiran dan keyakinan yang telah mapan. Mereka terjebak dalam lubang kerusakan dengan penuh kesadaran, perencanaan dan pemikiran.[4]
Menurut Ramadhan al-Buthy, hal ini merupakan salah satu hikmah diturunkannya Islam di jazirah Arab dan bukan di tempat lain. Allah telah menyiapkan jazirah Arab sebagai tempat yang baik untuk bersemainya agama Islam.[5] Hal ini memberi pelajaran bahwa membina atau mendidik suatu masyarakat yang bodoh lebih mudah daripada yang tersesat. Hal ini karena masyarakat bodoh yang belum disusupi oleh pemikiran yang menyesatkan cenderung lebih terbuka ketika menerima pengetahuan baru. Sebaliknya masyarakat yang terlanjur sesat cenderung mempunyai sikap penolakan yang lebih besar ketika berhadapan dengan pengetahuan baru karena keyakinan mereka telah terbentuk secara kuat.  

3.            Kepribadian Mulia sebagai Modal Dakwah

Sebelum menyampaikan dakwah, Nabi Muhammad SAW memerlukan modal kepercayaan yang kuat dari masyarakat. Hal ini sangat penting agar seruan-seruan beliau mau didengar masyarakat. Apalagi seruan-seruan beliau merupakan sesuatu yang sangat bertentangan dengan tradisi dan keyakinan masyarakat masa itu. Menyerukan penyembahan hanya kepada Allah, Tuhan yang Esa, kepada masyarakat yang menyembah banyak tuhan atau berhala merupakan suatu seruan yang mengejutkan. Demikian juga pemberitaan beliau tentang adanya hari akhir kepada masyarakat yang hanya mengenal kehidupan dunia dan tidak punya visi kehidupan akhirat yang kekal tentulah merupakan suatu gagasan yang mengganggu ketenangan batin mereka.
Seruan-seruan Nabi SAW yang seringkali berlawanan dengan arus umum pandangan-alam (worldview) masyarakat Mekah masa itu tentu saja mengundang penolakan dari mereka. Ini adalah sesuatu yang lumrah terjadi di mana-mana. Paling tidak ada dua bentuk penolakan (resistensi) masyarakat ketika mereka berhadapan dengan seruan-seruan Nabi Muhammad SAW. Yang pertama adalah menertawakan dan mengolok-olok beliau seperti menyebut beliau sebagai orang gila[6] dan menuduh ucapan yang beliau katakan sebagai sihir.[7] Bila cara ini gagal, mereka mengambil langkah kedua yaitu berusaha menghentikan dakwah beliau secara lebih terencana, baik dengan cara halus maupun keras. Cara halus yang dimaksud misalnya dilakukan dengan cara melakukan perundingan dengan menawarkan harta dan kedudukan. Tawaran seperti ini praktis diabaikan oleh beliau. Sedangkan cara keras adalah dengan melakukan ancaman fisik terhadap beliau.
Meskipun terjadi penolakan, ternyata hal itu tidak mampu menghentikan dakwah Rasulullah SAW karena penolakan itu pada umumnya datang dari segelintir tokoh Mekah yang merasa kewibawaan mereka tersaingi oleh kharisma Nabi Muhammad SAW. Sebagian besar masyarakat sebenarnya bersimpati dengan dakwah Nabi Muhammad SAW, namun simpati ini tidak ditunjukkan secara terbuka karena hal itu akan menempatkan mereka dalam suatu konflik terbuka dengan tokoh papan atas Mekah. Masyarakat tahu pasti bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang terkenal paling baik kepribadiannya dan ini saja sudah cukup untuk membuat mereka bersimpati, terlepas dari apapun yang beliau serukan kepada masyarakat.
Sekurangnya, ada tiga kekuatan kepribadian Nabi Muhammad SAW. yang menjadi modal dasar beliau berdakwah. Pertama, kejujuran. Jauh sebelum beliau diangkat sebagai Rasul orang-orang Mekah sudah mengenal Nabi Muhammad SAW sebagai orang yang paling terpercaya ucapannya sehingga tidak heran orang menggelarinya dengan “al-Amin.” Jika seseorang telah digelari “al-Amin” maka tidak ada lagi alasan untuk tidak mempercayai perkataannya. Besarnya kepercayaan orang kepada beliau dapat dilihat ketika beliau hendak hijrah ke Madinah. Pada saat itu beliau harus menugaskan Ali bin Abi Thalib ra. untuk mengembalikan sejumlah barang orang lain yang dititipkan kepada beliau.[8] Padahal saat itu semua pengikut Nabi Muhammad SAW, kecuali Abu Bakar dan Ali, sudah berangkat meninggalkan Mekah menuju Yatsrib (Madinah). Berarti, kemungkinan besar barang-barang titipan itu merupakan milik orang non-Islam. Hal ini menunjukkan betapa besarnya kepercayaan orang-orang Mekah kepada Nabi Muhammad SAW meskipun mereka bukan pengikut beliau.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah secara terbuka beliau memanggil semua suku Quraisy agar mereka berkumpul di atas bukit Shafa, lalu ia berkata, “Bagaimana jika kukabarkan bahwa di lembah ini akan ada sepasukan kuda yang mengepung kalian, apakah kalian percaya?” Ini bukan pertanyaan yang sulit untuk dijawab karena orang-orang Mekah tahu persis kejujuran Muhammad SAW sehingga tanpa ragu mereka menjawab, “Percaya! Kami tidak pernah punya pengalaman dengan engkau kecuali kejujuran.”[9] Hal ini menunjukkan besarnya kepercayaan masyarakat terhadap semua ucapan beliau.
Kedua, kebersahajaan. Beliau adalah orang yang sederhana baik sebelum maupun sesudah berhasil menguasai jazirah Arab. Beliau juga tidak pernah terlibat dalam perbuatan yang sifatnya hura-hura dan bermewah-mewahan, termasuk juga setelah beliau menikahi  Khadijah ra. yang masa itu merupakan salah seorang peniaga yang berhasil. Bahkan di masa mudanya sekalipun, Nabi Muhammad SAW belum pernah ikut-ikutan dalam segala bentuk acara pesta dan hura-hura. Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Nabi SAW pernah dua kali menginginkan hadir dalam suatu pesta. Namun niat itu gagal kedua-duanya, dan sejak itu beliau tidak pernah menginginkan terlibat dalam pesta semacam itu.[10]  Bagaimanapun juga, termasuk di dalam masyarakat yang serba-boleh (permisif) dan suka bersenang-senang (hedonis) sekalipun, orang-orang yang terjaga dari kegiatan hura-hura akan selalu mendapat penghormatan yang tinggi dari masyarakat. Di samping itu, kebersahajaan akan memutus kemungkinan tuduhan orang-orang bahwa dakwah Nabi SAW dilakukan demi mendapat harta dan kedudukan. 
Ketiga, kedermawanan. Nabi Muhammad SAW merupakan orang yang sangat dermawan sehingga riwayat tentang kedemawanan ini sangat banyak dan dengan mudah bisa kita temukan di dalam berbagai kitab sirah atau hadits. Sejak sebelum diutus sebagai Rasul, Nabi Muhammad SAW sudah terkenal sebagai orang paling dermawan meskipun beliau dalam keadaan sempit. Beliau  selalu memberi jika diminta dan hal itu dilakukannya dengan senang hati. Beliau juga lebih mementingkan orang lain daripada dirinya. Bahkan ketika beliau diberi sesuatu, beliau akan membalasnya dengan yang lebih baik. Kalau beliau berhutang, beliau selalu mengembalikan lebih banyak daripada yang dipinjamnya. Kedermawanan ini dilakukan baik sebelum maupun sesudah beliau diangkat sebagai Rasul Allah SWT.[11]
Tiga kepribadian mulia ini – masih banyak kepribadian mulia Nabi SAW yang lainnya – ini merupakan beberapa kunci keberhasilan Nabi Muhammad SAW. Pada dasarnya, orang-orang yang memiliki sifat lurus (cenderung kepada kebenaran) dan akal yang sehat tidak mungkin dapat menolak seruan Nabi Muhammad SAW. Dalam bentuk pertanyaan yang sederhana : bagaimana mungkin bisa menuduh dusta ucapan dari seseorang yang terkenal paling jujur? Bagaimana mungkin menolak ajakan orang yang demikian bersahaja sehingga semua yang dilakukannya tidak pernah diniatkan untuk memperoleh harta atau kedudukan?; bagaimana bisa menentang ajakan seseorang yang paling banyak berbuat baik dan dermawan kepada orang orang lain? Dengan ketiga modal kepribadian mulia ini saja orang tidak akan bisa menolak seruan Nabi Muhammad SAW, kecuali memang di dalam dirinya terdapat dorongan untuk menolak kebenaran.

4.            Dakwah sebagai Proses Pendidikan

Pada dasarnya tujuan pendidikan adalah untuk membentuk menghasilkan orang-orang baik – Ini berlaku di mana saja, baik di masyarakat muslim maupun bukan-muslim. Namun demikian, pengertian baik di sini tidaklah sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Konsep baik dan buruk ini sangat sangat terkait dengan pandangan-alam (worldview) masyarakat bersangkutan. Sebagai contoh, di dalam masyarakat Barat yang sekular dan hanya memiliki visi keduniawian, manusia yang baik adalah manusia berguna bagi negaranya serta taat kepada hukum yang berlaku. Dalam hal ini Islam memiliki padangan yang berbeda mengenai pengertian orang baik. Di dalam Islam tujuan pendidikan selalu bersifat religius karena manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Allah. Al-Qur’an menjelaskan :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”[12]

Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan orang baik adalah orang yang menyadari kedudukan dirinya sebagai hamba Allah yang berkewajiban untuk beribadah kepada-Nya dan menaati segala aturan-Nya. Meskipun Islam pun mengakui bahwa setiap orang juga seyogyanya berguna bagi negara dan taat pada hukum, namun hal itu tidak boleh terlepas dari konteks ketaatannya kepada Allah.
            Jika dakwah diartikan sebagai seruan kepada manusia agar beriman kepada Allah dan pada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, berarti tujuan yang hendak dicapai dakwah adalah sama dengan tujuan pendidikan. Dengan pengertian ini berarti dakwah pada dasarnya merupakan suatu bentuk proses pendidikan juga.


[1] Michael Hart, 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, (Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya, 1978)
[2] Ibid
[3] Abul Hasan al-Hasani al-Nadwi, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW, cet ke-2, diterjemahkan oleh M. Halabi Hamdi, Istiqamah, Ali Fadli, (Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2006), hal 25-30
[4] Ramadhan al-Buthy, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW, diterjemahkan olehAunur Rafiq Shaleh Tamhid (Jakarta : Robbani Press, 1999), hal. 8-11
[5] Ibid, hal. 8-11
[6] QS. al-Qalam (68) : 51, Ash Shaaffat (37) : 37, al-Mu’minuun (23) : 70
[7] QS. Huud (11) : 7, al-Anbiyaa’ (21) : 3, Saba’ (34) : 43.
[8] Al-Hasani al-Nadwi, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW, cet ke-2, diterjemahkan oleh M. Halabi Hamdi, Istiqamah, Ali Fadli, (Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2006), hal. 185-186
[9]ibid, hal 122
[10] Ramadhan al-Buthy, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW, diterjemahkan olehAunur Rafiq Shaleh Tamhid (Jakarta : Robbani Press, 1999), hal. 35
[11] Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Mukhtasar Zaadul Maad, diterjemahkan oleh Marsuni as-Sasaky (Jakarta: Penerbit Akbar, 2008), hal 69-71
[12] QS. Adz Dzaariyat (51) : 56

Pendidikan ala Nabi Ibrahim

Kawinilah wanita yang kamu cintai lagi subur (banyak melahirkan) karena aku akan bangga dengan banyaknya kamu terhadap umat lainnya. [HR. Al-Hakim]
Begitulah anjuran Rasulullah saw kepada umatnya untuk memiliki anak keturunan.
Sehingga lahirnya anak bukan saja penantian kedua orang tuanya, tetapi suatu hal yang dinanti oleh Rasulullah saw. Dan tentu saja anak yang dinanti adalah anak yang akan menjadi umatnya Muhammad saw. Berarti, ada satu amanah yang dipikul oleh kedua orang tua, yaitu bagaimana menjadikan atau mentarbiyah anak—yang titipan Allah itu—menjadi bagian dari umat Muhammad saw.
Untuk menjadi bagian dari umat Muhammad saw. harus memiliki karakteristik yang disebutkan oleh Allah swt.:
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. [QS. Al-Fath, 48: 29]
Jadi karakteristik umat Muhammad saw adalah: [1] keras terhadap orang Kafir, keras dalam prinsip, [2] berkasih sayang terhadap sesama umat Muhammad, [3] mendirikan shalat, [4] terdapat dampak positif dari aktivitas shalatnya, sehingga orang-orang yang lurus, yang hanif menyukainya dan tentu saja orang-orang yang turut serta mentarbiyahnya.
Untuk mentarbiyah anak yang akan menjadi bagian dari Umat Muhammad saw. bisa kita mengambil dari caranya Nabi Ibrahim, yang Allah ceritakan dari isi doanya Nabi Ibrahim dalam surat Ibrahim berikut ini:
Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.
Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.
Segala puji bagi Allah yang Telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha mendengar (memperkenankan) doa.
Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.
Ya Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. [Ibrahim: 37-41]
Dari doanya itu kita bisa melihat bagaimana cara Nabi Ibrahim mendidik anak, keluarga dan keturunannya yang hasilnya sudah bisa kita ketahui, kedua anaknya—Ismail dan Ishaq—menjadi manusia pilihan Allah:
Cara pertama mentarbiyah anak adalah mencari, membentuk biah yang shalihah. Representasi biah, lingkungan yang shalihah bagi Nabi Ibrahim Baitullah [rumah Allah], dan kalau kita adalah masjid [rumah Allah]. Maka, kita bertempat tinggal dekat dengan masjid atau anak-anak kita lebih sering ke masjid, mereka mencintai masjid. Bukankah salah satu golongan yang mendapat naungan Allah di saat tidak ada lagi naungan adalah pemuda yang hatinya cenderung kepada masjid.
Kendala yang mungkin kita akan temukan adalah teladan—padahal belajar yang paling mudah itu adalah meniru—dari ayah yang berangkat kerjanya ba’da subuh yang mungkin tidak sempat ke masjid dan pulangnya sampai rumah ba’da Isya, praktis anak tidak melihat contoh shalat di masjid dari orang tuanya. Selain itu, kendala yang sering kita hadapi adalah mencari masjid yang ramah anak, para pengurus masjid dan jamaahnya terlihat kurang suka melihat anak dan khawatir terganggu kekhusu’annya, dan ini dipengaruhi oleh pengalamannya selama ini bahwa anak-anak sulit untuk tertib di masjid.
Cara kedua adalah mentarbiyah anak agar mendirikan shalat. Mendirikan shalat ini merupakan karakter umat Muhammad saw sebagaimana yang uraian di atas. Nabi Ibrahim bahkan lebih khusus di ayat yang ke-40 dari surat Ibrahim berdoa agar anak keturunannya tetap mendirikan shalat. Shalat merupakan salah satu pembeda antara umat Muhammad saw dengan selainnya. Shalat merupakan sesuatu yang sangat penting, mengingat Rasulullah saw memberikan arahan tentang keharusan pembelajaran shalat kepada anak: suruhlah anak shalat pada usia 7 tahun, dan pukullah bila tidak shalat pada usia 10 tahun. Rasulullah saw membolehkan memukul anak di usia 10 tahun kalau dia tidak melakukan shalat dari pertama kali disuruh di usia 7 tahun. Ini artinya ada masa 3 tahun, orang tua untuk mendidik anak-anaknya untuk shalat. Dan waktu yang cukup untuk melakukan pendidikan shalat.
Proses tarbiyah anak dalam melakukan shalat, sering mengalami gangguan dari berbagai kalangan dan lingkungan. Dari pendisiplinan formal di sekolah dan di rumah, kadang membuat kegiatan [baca: pendidikan] shalat menjadi kurang mulus dan bahkan fatal, terutama cara membangun citra shalat dalam pandangan anak. Baru-baru ini, ada seorang suami yang diadukan oleh istrinya tidak pernah shalat kepada ustadzahnya, ketika ditanya penyebabnya, ternyata dia trauma dengan perintah shalat. Setiap mendengar perintah shalat maka terbayang mesti tidur di luar rumah, karena ketika kecil bila tidak shalat harus keluar rumah. Sehingga kesan yang terbentuk di kepala anak kegiatan shalat itu tidak enak, tidak menyenangkan, dan bahkan menyebalkan. Kalau hal ini terbentuk bertahun-tahun tanpa ada koreksi, maka sudah bisa dibayangkan hasilnya, terbentuknya seorang anak [muslim] yang tidak shalat.
Cara keempat adalah mentarbiyah anak agar disenangi banyak orang. Orang senang bergaul dengan anak kita, seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah saw: “Berinteraksilah dengan manusia dengan akhlaq yang baik.” [HR. Bukhari]. Anak kita diberikan cerita tentang Rasulullah saw, supaya muncul kebanggaan dan kekaguman kepada nabinya, yang pada gilirannya menjadi Rasulullah menjadi teladannya. Kalau anak kita dapat meneladani Rasulullah saw berarti mereka sudah memiliki akhlaq yang baik karena—sebagaimana kita ketahui—Rasulullah memiliki akhlaq yang baik seperti pujian Allah di dalam al-Quran: “Sesungguhnya engkau [Muhammad] berakhlaq yang agung.” [Al-Qalam, 68: 4]
Cara ketiga adalah mentarbiyah anak agar dapat menjemput rezki yang Allah telah siapkan bagi setiap orang. Anak ditarbiyah untuk memiliki life skill [keterampilan hidup] dan skill to life [keterampilan untuk hidup]. Rezki yang telah Allah siapkan Setelah itu anak diajarkan untuk bersyukur.
Cara keempat adalah mentarbiyah anak dengan mempertebal terus keimanan, sampai harus merasakan kebersamaan dan pengawasan Allah kepada mereka.
Cara kelima adalah mentarbiyah anak agar tetap memperhatikan orang-orang yang berjasa—sekalipun sekadar doa—dan peduli terhadap orang-orang yang beriman yang ada di sekitarnya baik yang ada sekarang maupun yang telah mendahuluinya.


Pengertian Qanaah dalam Islam

Qanaah, keikhlasan diri menerima apa adanya. Dapat juga diartikan rela hati dan ikhlas menerima apa yang telah diberikan oleh Allah kepadanya serta merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Qanaah dalam hal ini adalah menjauhkan diri dari sikap selalu tidak puas terhadap apa yang sudah dimiliki. Rela menerima apa adanya serta menjauhkan diri dengan bermalas-malasan dan tidak mau berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Tetapi jika seseorang sudah berusaha dengan sebaik-baiknya namun hasilnya belum maksimal atau tidak sesuai dengan apa yang diinginkan maka dengan rela hati diterimanya hasil tersebut dengan rasa syukur dan lapang dada.

Maka dari itu, qanaah merupakan salah satu rahasia diri seseorang agar dapat bersyukur terhadap nikmat apa pun yang telah Allah berikan kepada kita. Sikap qanaah sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena qanaah dapat menghindarkan seseorang dari sifat serakah, tamak, rakus, terlalu berambisi dan sifat-sifat sejenis. Akan tetapi, untuk menumbuhkan sikap qanaah tidaklah mudah, apalagi pada saat sekarang sering dijumpai orang-orang yang selalu merasa kurang dan merasa tidak puas dengan segala hal yang telah dimilikinya.
Pengertian Qonaah dalam Islam
Illustration from image google
Banyak orang yang tidak mengetahui hikmah yang dapat diambil dari sikap qanaah, padahal sikap qanaah dapat mendekatkan diri seseorang kepada Tuhannya dan menambah rasa kecintaannya kepada Allah. Orang yang mempunyai sikap qanaah selalu menanamkan pada dirinya bahwa apa yang diperoleh atau apa yang ada pada dirinya merupakan ketentuan Allah.
*) Dari berbagai sumber

"Anda sedang membaca artikel atau pun makalah tentang Pengertian Qanaah dalam Islam dan Anda bisa menemukan artikel atau pun makalah Pengertian Qanaah dalam Islam ini dengan url http://hikmah-kata.blogspot.com/2012/09/pengertian-qonaah-dalam-islam.html, Anda boleh menyebarluaskannya atau mengcopypaste-nya jika artikel atau pun makalah Pengertian Qanaah dalam Islam ini sangat bermanfaat bagi Anda sekalian, namun jangan lupa untuk meletakkan link Pengertian Qanaah dalam Islam sebagai sumbernya. Terima kasih."

Sahabatku

Betapa enak menjadi orang kaya. Semua serba ada. Segala keinginan terpenuhi. Karena semua tersedia. Seperti Iwan. Ia anak konglomerat. Berangkat dan pulang sekolah selalu diantar mobil mewah dengan supir pribadi.

Meskipun demikian ia tidaklah sombong. Juga sikap orang tuanya. Mereka sangat ramah. Mereka tidak pilih-pilih dalam soal bergaul. Seperti pada kawan kawan Iwan yang datang ke rumahnya. Mereka menyambut seolah keluarga. Sehingga kawan-kawan banyak yang betah kalau main di rumah Iwan.

Iwan sebenarnya mempunyai sahabat setia. Namanya Momon. Rumahnya masih satu kelurahan dengan rumah Iwan. Hanya beda RT. Namun, sudah hampir dua minggu Momon tidak main ke rumah Iwan.

“Ke mana, ya,Ma, Momon. Lama tidak muncul. Biasanya tiap hari ia tidak pernah absen. Selalu datang.”

“Mungkin sakit!” jawab Mama.

“Ih, iya, siapa tahu, ya, Ma? Kalau begitu nanti sore aku ingin menengoknya!” katanya bersemangat

Sudah tiga kali pintu rumah Momon diketuk Iwan. Tapi lama tak ada yang membuka. Kemudian Iwan menanyakan ke tetangga sebelah rumah Momon. Iamendapat keterangan bahwa momon sudah dua minggu ikut orang tuanya pulang ke desa. Menurut kabar, bapak Momon di-PHK dari pekerjaannya. Rencananya mereka akan menjadi petani saja. Meskipun akhirnya mengorbankan kepentingan Momon. Terpaksa Momon tidak bisa melanjutkan sekolah lagi.

“Oh, kasihan Momon,” ucapnya dalam hati,

Di rumah Iwan tampak melamun. Ia memikirkan nasib sahabatnya itu. Setiap pulang sekolah ia selalu murung.

“Ada apa, Wan? Kamu seperti tampak lesu. Tidak seperti biasa. Kalau pulang sekolah selalu tegar dan ceria!” Papa menegur

“Momon, Pa.”

“Memangnya kenapa dengan sahabatmu itu. Sakitkah ia?” Iwan menggeleng.

“Lantas!” Papa penasaran ingin tahu.

“Momon sekarang sudah pindah rumah. Kata tetangganya ia ikut orang tuanya pulang ke desa. Kabarnya bapaknya di-PHK. Mereka katanya ingin menjadi petani saja”.
Papa menatap wajah Iwan tampak tertegun seperti kurang percaya dengan omongan Iwan.

“Kalau Papa tidak percaya, Tanya, deh, ke Pak RT atau ke tetangga sebelah!” ujarnya.

“Lalu apa rencana kamu?”

“Aku harap Papa bisa menolong Momon!”

“Maksudmu?”

“Saya ingin Momon bisa berkumpul kembali dengan aku!” Iwan memohon dengan agak mendesak.

“Baiklah kalau begitu. Tapi, kamu harus mencari alamat Momon di desa itu!” kata Papa.

Dua hari kemudian Iwan baru berhasil memperoleh alamat rumah Momon di desa. Ia merasa senang. Ini karena berkat pertolongan pemilik rumah yang pernah dikontrak keluarga Momon. Kemudian Iwan bersama Papa datang ke rumah Momon di wilayah Kadipaten. Namun lokasi rumahnya masih masuk ke dalam. Bisa di tempuh dengan jalan kaki dua kilometer. Kedatangan kami disambut orang tua Momon dan Momon sendiri. Betapa gembira hati Momon ketika bertemu dengan Iwan. Mereka berpelukan cukup lama untuk melepas rasa rindu. Semula Momon agak kaget dengan kedatangan Iwan secara mendadak. Soalnya ia tidak memberi tahu lebih dulu kalau Iwan inginberkunjung ke rumah Momon di desa.

“Sorry, ya, Wan. Aku tak sempat memberi tahu kamu!”

“Ah, tidak apa-apa. Yang penting aku merasa gembira. Karena kita bisa berjumpa kembali!”

Setelah omong-omong cukup lama, Papa menjelaskan tujuan kedatangannya kepada orang tua Momon. Ternyata orang tua Momon tidak keberatan, dan menyerahkan segala keputusan kepada Momon sendiri.

“Begini, Mon, kedatangan kami kemari, ingin mengajak kamu agar mau ikut kami ke Bandung. Kami menganggap kamu itu sudah seperti keluarga kami sendiri. Gimana Mon, apakah kamu mau?” Tanya Papa.

“Soal sekolah kamu,” lanjut Papa, “kamu tak usah khawatir. Segala biaya pendidikan kamu saya yang akan menanggung.”

“Baiklah kalau memang Bapak dan Iwan menghendaki demikian, saya bersedia. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Bapak yang mau membantu saya.”

Kemudian Iwan bangkit dari tempat duduk lalu mendekat memeluk Momon. Tampak mata Iwan berkaca-kaca. Karena merasa bahagia.Akhirnya mereka dapat berkumpul kembali. Ternyata mereka adalah sahabat sejati yang tak terpisahkan. Kini Momon tinggal di rumah Iwan. Sementara orang tuanya tetap di desa. Selain mengerjakan sawah, mereka juga merawat nenek Momon yang sudah tua.

Sahabat Sejati

Ketika seorang sahabat sejati bertanya kepada sahabatnya, “apakah aku pernah melakukan salah padamu?“.
Sahabatnya akan menjawab, “ya, tapi aku sudah melupakan kesalahanmu“.

Ketika seorang sahabat sejati berbalik bertanya kepada sahabatnya, “apakah aku pernah bersalah padamu?“.
Sahabatnya akan menjawab, “ya, tapi aku sudah lupa akan hal itu“.

Ketika seorang bertanya, “Apa yang telah kau lakukan untuk sahabatmu?“
Seorang sahabat akan menjawab, “Aku tidak tahu.” sebab seorang sahabat tidak pernah meminta imbalan dari apa yang telah di perbuatnya dengan tulus.

Ketika seorang sahabat sejati memarahi sahabatnya, dan sahabatnya bertanya, “mengapa kamu memarahiku?“
Sahabatnya akan menjawab, “demi kebaikanmu“.

Ketika seseorang bertanya, “apakah alasanmu menjadi sahabatnya?“
Ia akan menjawab, “tidak tahu“. Sebab sahabat yang sejati tidak pernah memanfaatkan, tidak pernah memandang kelemahan dan kelebihan.

Ketika kau jatuh, ia akan berusaha menopangkan tangannya supaya kau tidak tergeletak.
Ketika kau bersuka, ia akan berada disisimu dan turut merasakan kebahagiaanmu.
Ketika kau berduka, ia akan berada disampingmu, meskipun ia tidak tahu bagaimana cara menghiburmu. Tetap mendengarkanmu, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutmu, meskipun kau hanya mengaduh dan meskipun ia tidak tahu bagaimana solusi masalahmu.
Ketika kau mengatakan cita – citamu, ia akan mendukung dan berdoa untukmu.
Ketika ia bersuka, kau juga akan bersuka karenanya.
Ketika ia berduka, kau yang ada di sampingnya.

Sahabat adalah memberi tanpa ada maksud di belakangnya, bukan hanya menerima.
Sahabat tidak pernah membungkus racun dengan permen manis.

Persahabatan tidak diukur oleh berapa lamanya waktu, tetapi berapa besar arti ‘persahabatan’ itu sendiri.
Persahabatan tidak diukur oleh materi, tetapi berapa besar pengorbanan.
Persahabatan tidak diukur dari kesuksesan yang di peroleh, tetapi dari berapa besar dukungan yang di berikan.

Ia dapat menyayangimu, bahkan lebih dari dirinya sendiri.

Persahabatan tidak pernah mulus. Tetapi yang membuat indah adalah ketika mereka berhasil menjalaninya bersama, meskipun harus melalui pertumpahan air mata.

Hal yang paling membuat sahabatmu sedih adalah ketika kamu, sebagai seorang sahabat, membohonginya dengan alasan apapun. Sebab ia sangat percaya padamu.

Hanya satu yang sahabatmu minta kepadamu : supaya ia menjadi bagian hidupmu.

Persahabatan Terbaik

Acara televisi sore ini tak satupun membuat aku tertarik. Kalau sudah begini aku bingung entah apa yang harus aku lakukan. Tio bersama Sany kekasihnya, sahabatku Ricky entah kemana? Mall, bioskop ataupun perpustakaan, bukan tempat yang aku suka, apalagi mesti pergi sendirian.

mmm…Pantai.

Ya pantai. kayaknya hanya pantailah, tempat yang mampu membuat aku merasa damai dan tak aneh jika aku pergi sendirian.


Kuambil jaket, lalu kusamber kunci dan pergi menuju garasi. Kukendarai mobil mama yang nganggur di sana. Papa dan mama lagi keluar kota, jadi aku bisa keluar dan mengendari mobilnya dengan leluasa.

Terik panas masih menyengat, walaupun waktu sudah menjelang sore. Namun tak membuat manusia-manusia di Ibukota berhenti beraktivitas meskipun di bawah terik matahari yang mampu membakar kulit. Jalan-jalan macet seperti biasanya. Dipenuhi mobil dari merek ternama ataupun yang sudah tak layak dikendarai.

Lalu di depan kulihat pemandangan lain lagi. Pedagang kaki lima duduk lesu menunggu pelangannya.

Krisis yang melanda membuat banyak orang hati-hati melakukan pengeluaran, bahkan untuk membeli jajan pasar.Walaupun tak seorang yang menghampirinya, namun dia tetap semangat menyapa orang-orang yang lewat dan akhirnya ada juga satu pembeli yang menuju arahnya.

Sekilas kulihat orang itu kok mirip sekali dengan Ricky. Kugosok-gosok mataku, menyakinkan pandanganku. Kutepikan mobilku, lalu aku berhenti di tepi jalan itu. Dengan setengah berlari, aku mengejar sosok itu.

Ah…kendaraan sore ini banyak sekali, sehingga membuat aku kesulitan untuk menyeberang jalan ini. Tapi akhirnya terkejar juga, dengan nafas tersengal-sengal, kujamah bahunya.

“Ky!” seruku tiba-tiba, sehingga membuatnya terkejut.

“Anda siapa?” tanya Ricky pura-pura tak mengenalku.

“Ky. Sekalipun kamu jadi gembel , aku akan tetap menggenalmu.” jelasku mendenggus kesal.

“Sudahlah, Sophia, jangan membuat aku terluka lagi.” tukasnya begitu sinis seraya beranjak pergi.

“Ky…Ky…knapa kamu tak pernah mau mendengarkan penjelasanku!” teriakku sekeras-kerasnya. Namun bayangan Ricky semakin menjauh dan akhirnya tak kelihatan.

-----

Ricky, Tio dan aku adalah sahabat karib dari kecil. Setelah tumbuh besar, aku tetap mengganggap Ricky adalah sahabat terbaikku, tapi Ricky punya rasa berbeda dari persahabatan kami. Yang aku cintai adalah Tio. Ini yang membuat Ricky menjauhiku. Tapi yang Tio cintai bukan aku, tapi Sany, teman sekelasnya.

Cinta, sulit di tebak kapan dan di mana berlabuh!

Banyak orang tak bisa terima, jika cintanya ditolak, tapi bukankah cinta tak mungkin dipaksa?

Tak mendapatkan cinta Tio, tak membuatku menjauh darinya, tapi aku akan tetap menjadi sahabat baiknya. Walaupun ada sedikit rasa tidak puas, kadang rasa cemburu menganggu hati kecilku, saat kutahu untuk pertama kali, orang yang Tio cintai adalah orang lain.

Aku harus bisa menerima keputusannya , walaupun terasa berat . Bukankah, kebahagian kita adalah melihat orang yang kita cintai hidup berbahagia, baik bersama kita atau tidak?

Tapi tidak dengan Ricky, dia lebih memilih, meninggalkanku, mengakhiri persahabatan manis kami. Pergi dan aku tak pernah tahu kabarnya. Tapi apapun yang terjadi, aku akan selalu berharap suatu saat kami akan dipertemukan lagi.

Karena bagiku, cinta dan persahabatan adalah dua ikatan yang sama. Ikatan yang tak satupun membuat aku bisa memilih satu diantaranya.

-----

Sudah seminggu, setiap hari, aku datang kepersimpangan ini. Berharap bisa melihat sosok Ricky lewat disekitar sini lagi. Tapi, Ricky hilang bagai ditelan bumi. Aku hampir putus asa.

Aku sudah capek menunggu, akhirnya aku bangun dan ingin beranjak pergi. Knapa tiba-tiba, indera keenamku, memberiku insting, kalau Ricky ada di sekitarku.

Kubalikan kepala, kulihat sosok Ricky setengah berlari menyeberang jalan di belakang posisiku. Aku berlari menggejar sosok itu. Kuikuti dia dari belakang. Aku pingin tahu dimana dia berada sekarang.

Akhirnya kulihat Ricky, masuk ke sebuah gang kecil, kuikuti terus , sampai akhirnya dia masuk ke sebuah rumah yang sangat sederhana.

“Knapa Ricky lebih memilih hidup disini, daripada di rumah megah orangtuanya?”

”Knapa dia, tinggalkan kehidupannya, yang didambakan banyak orang?”

”Knapa semua ini dia lakukan?”

“Knapa?”

Banyak pertanyaan yang tiba-tiba muncul di kepalaku.

Setelah dia masuk kurang lebih 10 menit, aku masih berdiri terpaku dalam lamunanku, dengan pertanyaan-pertanyan yang jawabanya ada pada Ricky. Aku dikejutkan suara seekor anak anjing jalanan, yang tiba-tiba menggonggong.

Aku memberanikan diri memencet bel di depan rumahnya itu.

“Siapa?” terdengar suara dari balik pintu.

Aku diam, tak memberi jawaban. Setelah beberapa saat aku lihat Ricky pelan-pelan membuka pintu. Nampak keterkejutannya saat melihatku, berada di depannya.

“Ky…boleh aku masuk?” tanyaku hati-hati.

“Maukah kamu memberikan sahabatmu ini, segelas air putih.” ujarku lagi.

Tanpa bicara, Ricky mengisyaratkan tangannya mempersilahkan aku masuk. Aku masuk keruangan tamu. Aku terpana, kulihat rumah yang tertata rapi. Rumah kecil dan sederhana ini ditatanya begitu rapi, begitu nyaman. Kulihat serangkai bunga matahari plastik terpajang di sudut ruangan itu.

“Ricky, kamu tak pernah lupa, aku adalah penggagum bunga -bunga matahari.” gumanku.

Dan sebuah akuarium yang di penuhi ikan berwarna-warni, rumput-rumput dari plastik dan karang-karang di dalamnya. Ricky tahu betul aku penggagum keindahan pantai dan laut. Walaupun hal-hal ini dulunya, setahuku, kamu tak menyukainya. Kulihat juga banyak foto persahabatan kami yang di bingkainya dalam bingkai kayu yang sangat indah, terpajang di dinding ruang tamu ini.

Bulir-bulir air mataku, perlahan-lahan mulai tak mampu aku bendung. Aku benar-benar terharu dengan semua yang Ricky lakukan. Begitu besar cinta Ricky buatku. Kupeluk dia, yang aku sendiri tak tahu, apakah pelukan ini adalah pelukkan seorang sahabat ataupun sudah berubah menjadi pelukan yang berbeda?

Ricky kaget, namun akhirnya dia membalas pelukanku, dan memelukku lebih erat lagi , seakan-akan ingin menumpahkan segala rindu yang sudah hampir tak terbendung dalam hatinya.

Kami menghabiskan sore ini dengan berbagi cerita, pengalaman kami masing-masing selama perpisahan yang hampir 2 tahun lamanya dan akhirnya Ricky mengajakku makan, ke sebuah restoran kecil yang sering dikunjunginya seorang diri, di dekat rumahnya. Terdengar alunan tembang-tembang romatis , suasana hening, membuat kami terbuai dalam hangatnya suasana malam itu.

---------

Sekarang Ricky sudah tahu, Tio sudah bersama Sany. Kami sekarang menjadi 4 sekawan. Sany juga telah menjadi anggota genk kami.

Ternyata setelah aku mengenalnya lebih lama, Sany adalah sosok yang sangat baik hati, menyenangkan, ramah dan peduli dengan sahabat. Ah…menyesal aku tak mengenalinya lebih dalam sejak dulu.

“Ky , biarlah semua berjalan apa adanya, mungkin cinta akan pelan-pelan muncul dari hatiku.” ujarku suatu hari, saat Ricky mengungkit masalah ini lagi.

“Oke, aku akan selalu menunggumu. Sampai kapapun. Karena tak akan ada seorangpun yang mampu membuatku jatuh cinta . Hanya kamu yang mampu membuat aku damai, tenang dan bahagia.” jelasnya panjang lebar

Sekarang aku memiliki tiga orang sahabat baik. Tak akan ada lagi hari-hariku yang kulalui dengan kesendirian, kesepian dan kerinduan.

Hampir setiap akhir pekan, kami menghabiskan waktu bersama, ke pantai, ke puncak ataupun hanya sekedar berkaroke di rumah sederhana Ricky. Hidup dengan tali persahabatan yang hangat, membuat hidup semakin berarti dan lebih bahagia.

-----

Waktu berjalan begitu cepat. Tiga tahun sudah berlalu. Kebaikan-kebaikan Ricky mampu membuat aku merasa butuh dan suka akan keberadaannya di sampingku. Rasa itu pelan-pelan tumbuh tanpa kusadari dalam hatiku.

Aku jatuh hati padanya setelah melalui banyak peristiwa. Cinta datang, dalam dan dengan kebersamaan.

Apalagi dengan sikap dan perbuatan yang ditunjukannya. Membuat aku merasa, tak akan ada cinta laki-laki lain yang sedalam cinta Riky.

Sekarang Ricky bukan hanya kekasih yang paling aku cintai tapi juga seorang sahabat sejati dalam hidupku.

persahabatan

Pada setiap kehidupan seseorang, pasti akan membutuhkan teman yang bisa berbagi disaat susah maupun senang. Sahabat memang memiliki peran yang bisa membuat hidup menjadi lebih berwarna. Tetapi kehadiran sahabat bukanlah untuk menggantikan posisi pasangan atau kekasih anda.

Saat anda memiliki teman yang baik, bukan hadiah atau bingkisan atau kado yang mereka inginkan. Tetapi perhatian dan kesabaran yang mereka butuhkan. Terkadang sahabat juga butuh didengarkan, baik itu senang maupun dalam duka. Jadi apabila anda memiliki sahabat, maka persiapkan waktu dan kesabaran yang cukup untuk mendengarkan segala masalah serta keluh kesah yang mereka rasakan.

Sahabat akan membantu memecahkan permasalahan yang sedang anda hadapi. Atau mungkin hanya sekedar membicarakan masalah pekerjaan atau kehidupan yang terjadi di sekitar anda. Begitu pula dengan sang sahabat, mereka juga ingin anda melakukan hal yang sama. Membagi cerita-cerita yang lucu juga bisa membuat kedekatan anda dengan sang sahabat.

Variasi ataupun warna-warni kehidupan bisa diberikan oleh sahabat kepada anda. Menghabiskan waktu bersama sahabat akan merelaksasikan kepenatan anda setelah melakukan aktivitas kantor yang padat setiap hari. Mungkin anda bisa makan malam bersama, window shopping akan menciptakan kedekatan yang lebih menyenangkan.

Berikanlah sedikit kejutan dan perhatian kepada sahabat agar lebih dekat. Meskipun anda berada jauh dari sahabat, bukan berarti anda melupakannya kan? Anda tetap bisa berkomunikasi lewat internet, telpon ataupun sms. Tapi sebaiknya anda jangan sampai lupakan sang kekasih karena bisa-bisa dia cemburu lagi.

Malu Menurut Alquran dan Assunah

PengertianMenurut bahasa berarti perubahan, kehancuran perasaan atau duka cita yang terjadi pada jiwa manusia karena takut di cela. Adapun asal kata al-hayaa u (malu) berasal dari kata al-hayaatu (hidup), juga berasal dari kata al-hayaa (air hujan). Sedangkan menurut istilah adalah akhlaq yang sesuai dengan sunnah yang membangkitkan fikiran untuk meninggalkan perkara yang buruk sehingga akan menjauhkan manusia dari kemaksiatan dan menghilangkan kemalasan untuk menjalankan hak Allah.  Makna tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi shollallahu’alaihi wassallam, “Sesungguhnya termasuk yang didapati manusia dari perkataan para nabi terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu maka lakukanlah sekehendakmu’[1]   Terdapat beberapa penjelasan ulama mengenai hadits ini, diantaranya [2] :P ertama, bentuk hadits di atas adalah perintah tapi maksudnya adalah pemberitaan. Hal ini di karenakan sebagai pencegah utama agar manusia tidak terjerumus ke dalam kejahatan adalah sifat malunya. Maka jika ia meninggalkan sifat malunya, ia seakan-akan di perintahkan untuk mengerjakan semua larangan. Kedua, hadits di atas merupakan ancaman, artinya lakukan apa saja yang kau inginkan karena sesungguhnya Allah akan membalas semua perbuatanmu. Ketiga, lihatlah kepada apa yang ingin engkau lakukan. Jika tidak termasuk yang membuat malu maka lakukanlah, jika termasuk yang membuat malu, maka tinggalkanlah. Keempat, hadits di atas mendorong pada sifat malu dan memuji keutamaannya. Artinya karena seseorang tidak boleh berprilaku semata-mata mengikuti kehendak hatinya, maka ia tidak boleh meninggalkan sifat malunya. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa malu membatasi antara seorang hamba dengan semua larangan atau kemaksiatan. Maka dengan kuatnya rasa malu makin lemahlah kecenderungan seseorang untuk terjerumus dalam kemaksiatan. Sebaliknya dengan lemahnya rasa malu makin kuatlah keinginan seseorang untuk melakukan kemaksiatan. Malu adalah Ciri Khas Keutamaan ManusiaKetahuilah, Allah memberikan sifat malu agar manusia menahan diri dari keinginan-keinginannya sehingga tidak berprilaku seperti binatang. Ingatlah ketika Adam dan Hawa memakan buah yang terlarang lalu nampaklah aurat keduanya. “Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. tatkala keduanya Telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku Telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (Qs. Al-A’raaf : 22) Dari ayat di atas menunjukkan bahwa secara fitrah manusia merasa malu jika tidak berpakaian. Dan tidaklah manusia itu memamerkan auratnya tanpa pakaian kecuali fitrahnya telah rusak. Sedangkan rusaknya fitrah adalah akibat gangguan iblis dan tentaranya.[3] Adapun orang yang berupaya menelanjangi badan dari pakaian, melucuti jiwa dari pakaian ketakwaan dan menghilangkan sifat malu kepada Allah dan manusia, mereka itulah yang menginginkan manusia lepas dari fitrahnya dan sifat-sifat kemanusiaannya. Padahal dengan fitrah dan sifat kemusiaannya itulah ia di sebut sebagai manusia. Sesungguhnya telanjang adalah sifat asli dari hewan, manusia tidak punya kecenderungan kepadanya, jika sampai ada tentulah akan terjerumus dalam Lumpur kehewanan.  Anehnya, para pembantu syaitan yang hidup di tengah-tengah kaum muslimin memberikan nama-nama kepada para muslimah di rumah, di jalan, di sekolah atau di mana saja yang mengenakan jilbab, kerudung atau baju yang tebal, julukan yang menyakitkan (fanatik, ortodok dan lainnya). Padahal wanita muslimah tidak mengenakannya kecuali untuk menjaga kemuliaannya, menjaga auratnya dan agar tumbuh darinya seluruh fitrah islami yang murni, serta agar jelas perbedaan dirinya dengan mereka yang telanjang seperti hewan. Perhatikanlah, dampak yang di timbulkan dari tempat-tempat mode, para desainer pakaian, salon-salon rias dan guru-gurunya terhadap kaum muslimah jaman sekarang, mereka melancarkan tipu daya dengan berbagai corak dan rupa, sebagaiman firman Allah Ta’ala,“… dan akan aku (syaitan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya…” (Qs. An-Nisa’ : 119) Ajakan tipu daya tersebut dituruti saja oleh para wanita yang terbiasa berbusana ‘telanjang’. Ketaatan seperti itu menghinakan pelakunya dan sekaligus membuat orang tertawa dan menangis. Merekalah wanita-wanita yang terbius, terbujuk, terpedaya oleh tipu daya syaitan berwujud manusia. Bahkan bisa jadi hewan yang hina sekalipun ikut menjelek-jelekan perilaku mereka yang mengikuti tren. Mereka tidak menyadari bahwa mereka hanyalah digunakan sebagai propaganda obyek bisnis, apabila sudah tidak berguna lagi maka dicampakkan. Disisi lain mereka juga dijadikan sarana pemuas syahwat terlarang yang merusak keluarga. Tampil dalam lembaran-lembaran majalah, filem-filem, kisah-kisah dan berita-berita dalam surat kabar. Seolah-olah majalah, surat kabar atau yang lainnya dikemas sebagai tempat pelacuran yang berpindah-pindah. Jika ada wanita yang ingin menjaga kehormatannya, mereka tatap dengan pandangan penuh kebencian bagaikan penglihatan orang yang pingsan karena takut mati. Wahai Saudariku janganlah engkau menjadi penolong syaitan yang celaka dan berpegang teguhlah pada Agama Allah dan kekuasaan-Nya. Jenis-Jenis Malu Terdapat banyak jenis-jenis malu, diantaranya : Malu kepada Allah,Ketahuilah sesungguhnya celaan Allah itu diatas seluruh celaan. Dan pujian Allah subhanahu wata’ala itu diatas segala pujian. Orang yang tercela adalah orang yang dicela oleh Allah. Orang-orang yang terpuji adalah orang-orang yang dipuji oleh Allah.  Maka haruslah lebih malu kepada Allah dari pada yang lain. Malu kepada Allah adalah jalan untuk menegakkan segala bentuk Ketaatan dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Karena jika seorang hamba takut di cela Allah, tentunya ia tidak akan menolak ketaatan dan tidak pula mendekati kemaksiatan. Oleh karena itulah malu merupakan sebagian dari iman. Nabi shollallahu’alaihi wassallam bersabda, “Iman itu memiliki tujuh puluh cabang lebih, yang paling utama adalah ucapan laa ilaaha illallah (tiadak illah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah), dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu termasuk salah satu cabang iman.[4] Malu kepada Manusia,Termasuk jenis malu adalah malunya sebagian manusia kepda sebagian yang lain.  Sebagaimana malunya seorang anak kepada orangtuanya, isteri kepada suaminya, orang bodoh kepada orang pandai, serta malunya seorang gadis untuk terang-terangan menyatakan ingin menikah. “Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, bahwasannya ia berkata, ‘wahai Rasulullah Shollallahu’alaihi Wa Sallam, sesungguhnya gadis itu malu. Maka Rasulullah Shollallahu’alaihi Wa Sallam bersabda, ‘Persetujuannya diketahui dari diamnya’”. Malunya seseorang terhadap dirinya,Dan ini salah satu bentuk malu yang di rasakan oleh jiwa yang terhormat, tinggi dan mulia, sehingga ia tidak puas dengan kekurangan , kerendahan dan kehinaan. Karena itu engkau akan menjumpai seseorang yang merasa malu kepada dirinya sendiri, seolah-olah di dalam raganya terdapat dua jiwa, yang satu merasa malu kepada yang lain.Malu inilah yang paling sempurna karena jika pada dirinya sendiri saja sudah demikian malu, apalagi terhadap orang lain. Keutamaan-Keutamaan Sifat Malu Allah mencintai sifat malu,“Sesungguhnya Allah adalah Maha Pemalu dan Maha Menutupi. Dia mencintai rasa malu dan ketertutupan.”[5] Malu adalah akhlaq Islam,“Sesungguhnya setiap agama itu berakhlaq, Sedangkan akhlaq agama islam adalah malu.”[6] Termasuk bagian dari iman,Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu, bahwasannya Rasulullah Shollallahu’alaihi Wa Sallam melewati seorang laki-laki dari sahabat Anshar sedang menasehati temannya tetang rasa malu. Lalu Rasulullah Shollallahu’alaihi Wa Sallam bersabda, “Biarkan ia, sesungguhnya malu merupakan bagian dari iman”[7] Sifat malu mendatangkan kebaikan,“Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan”[8] Sifat malu menghantarkan ke surga“Malu itu bagian dari iman. Dan iman tempatnya di surga, sedangkan ucapan keji termasuk bagian dari tabiat kasar, tabiat kasar itu tempatnya di neraka.”[9]
Perkara-Perkara yang Dapat Meningkatkan Rasa Malu Muraqabatullaah (merasa terus diawasi Allah),Kapan saja seorang hamba itu merasa Allah sedang melihat kepadanya dan berada dekat dengannya, ia akan mendapatkan ilmu ini (muraqabatullaah) karena rasa malunya kepada Allah. Mensyukuri nikmat Allah,Sifat malu akan muncul dengan memikirkan nikmat Allah yang tidak terbatas, pada hakikatnya orang yang berakal akan merasa malu untuk menggunakan nikmat Allah untuk berbuat maksiat kepadanya. Perkara-Perkara yang Tidak Termasuk Malu Tidak berkata atau tidak terang-terangan dalam kebenaran,Allah berfirman,“… dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar …” (Qs. Al-Ahzaab : 53) Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari (I/52) berkata, “an tidak boleh dikatakan bahwa bisa jadi malu itu menjadi penghalang untuk berkata yang benar, atau mengerjakan kebaikan karena malu yang seperti itu bukan malu yang syar’I (sesuai syariat)” Imam an-Nawawi rahimahullah, dalam Syahr Shahih Muslim (II/5), “Terjadi masalah pada sebagian orang yaitu orang yang pemalu kadang-kadang merasa malu untuk memberitahukan kebaikan kepada orang yang ia hormati. Akhirnya ia meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar. Terkadang sifat malunya membuat ia melalaikan sebagian apa yang menjadi haknya dan hal-hal lain yang biasa terjadi dalam kebiasaan sehari-hari.” Malu dalam mencari ilmu’‘Aisyah berkata,“Sebaik-baik wanita adalah para wanita Anshar. Rasa malu tidak menghalangi mereka mendalami ilmu agama”[10] Imam Mujahid rahimahullah berkata, “Tidak akan bisa mencari ilmu (dengan benar) orang yang malu mencarinya dan orang-orang yang sombong.”[11] 


[1]HR. Bukhari dari Abu Mas’ud radhiallahu’anhu (Fathul Baari VI/515, X/527)[2]Fathul  Baari oleh Ibnu Hajar VI/523, al Minhaaj fi Syu’abil Iiman oleh al-Hulaimi III/232[3]Maqaami’usy Syaithaan (hal 25-26) oleh Salim bin ‘Ied al-Hilali,[4]HR Bukhari (Fathul Baari  I/51), HR Muslim (Syahr An-Nawawi I/6), lafadz di atas milik Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu.[5]Hadits Shahih riwayat Abu Dawud (4012),  an-Nasa-I (I/200),  Ahmad (IV/224) dari Ya’la bin Umayyah radhiallahu’anhu.[6]Hadits Hasan riwayat Ibnu Majah (4181),  al-Khara-ithi dalam Makaarimul Akhlaaq (49), ath-Thabrani dalam al-Mu’jamush Shaghiir (I/13-14) hadits dari Anas.[7]HR. Bukhari (Fathul Baari X/521), Muslim Syahr an-Nawawi II/6-7) [8]HR. Bukhari (Fathul Baari I/74)[9]Hadits Shahih riwayat at-Tirmidzi, Ibnu Hibban 1929, al-Hakim I/52, Ahmad II/501 dari banyak jalan.[10]Fathul Baari (I/228), Syarah Shahih Muslim li Imam an-Nawawi (IV/15-16)[11]Fathul Baari (I/228)

Kejujuran, Ruh Spritual Bisnis Rasulullah


Tingginya permintaan pabrik pengecoran besi baja di Jawa Timur semakin memberi peluang bagus pada para pengusaha pemasok besi tua (besi bekas). Kebutuhan pabrik terhadap besi tua semakin besar, sehingga harga penjualan besi tua semakin bersaing. Prospek bisnis ini tidak hanya di Jawa Timur, ternyata di daerah Jakarta dan Semarang bahkan sampai di pulau Kalimantan, banyak pengusaha yang sukses berkat usaha besi tua. Contoh konkritnya, H. Ahmad (nama samaran), salah seorang pengusaha pemasok besi tua yang tinggal di Pamekasan, Madura.
Hingga kini, sudah enam kali H. Ahmad menunaikan rukun Islam kelima itu. Itu semua berkat usaha besi tua yang ia geluti selama ini. Bagi masyarakat Madura, ibadah haji memang bukan peristiwa keagamaan semata-mata. Menunaikan ibadah haji bisa mengangkat status sosial. Dan ada semacam kepercayaan bahwa ibadah haji justru akan membuat usaha perekonomian mereka semakin berkembang, meningkat, dan dilimpahi barokah. Karena itu, bisa dipahami bahwa banyak orang Madura yang terus berusaha melaksanakan ibadah haji berulang kali.
Walaupun hanya berkutat di lokal Madura, tapi usaha yang dilakukan H. Ahmad ini boleh dibilang sukses. Ia seringkali sowan ke beberapa kiai di Madura bahkan di Jawa untuk mendapat siraman rohani dan penyejuk hati atas kepenatan dalam mengarungi usahanya. Usaha harus dijalankan berlandaskan pada prinsip kejujuran. Itulah intisari nasehat yang sering disampaikan oleh beberapa kiai. Bahkan motivasi menunaikan ibadah haji pun, merupakan arahan dari salah seorang Kiai yang sering ia datangi.
Banyak kiai yang disowani Pak Haji Ahmad membicarakan tentang keteladanan Rasulullah dalam dunia bisnis. Sosok Nabi Muhammad bisa sukses membangun kerajaan bisnisnya, dimulai dari kegigihannya dalam membangun personal reputation atau personal branding yang terpecaya tanpa cacat sedikit pun sejak kecil, sehingga beliau memperoleh predikat al-Amien atau Mr. Clean. Personal reputation yang meyakinkan itu pada akhirnya menempatkan diri Muhammad sebagai money maker atau money magnet yang diincar oleh seluruh pemilik kapital-modal di jazirah Arab saat itu.
Muhammad sebagai pemimpin bisnis dan entrepreunership dijelaskan secara gamblang di dalam buku Dr. Syafi’i Antonio dengan judul “Muhammad SAW Super Leader Super Manager”. Buku tersebut merinci dan menguraikan bahwa fase-fase dunia usaha yang dilakukan oleh sosok Muhammad yang mulai dengan intership (magang), business manager, investment manager, business owner dan berakhir sebagai investor relative lebih lama (25 tahun) dibandingkan dengan masa kenabiannya (23 tahun). Nabi Muhammad bukan hanya figur yang mendakwakan pentingnya etika dalam berbisnis tapi juga terjun langsung dalam aktifitas bisnis.
Belajar dari Gembala Domba
Muhammad adalah prototype anak muda yang tidak mau terpenjara mentalnya (mental block). Ia dobrak penjara mental itu dan ia buktikan pada dunia, bahwa orang yang lahir dalam kondisi miskin dan yatim piatu seperti dirinya juga berhak dan bisa menjadi sukses dan kaya. Sebagai seorang anak berpredikat yatim piatu. Tentunya ia tidak nyaman rasanya kalau seluruh kebutuhan hidupnya disandarkan kepada pamannya, Abu Thalib. Berawal dari keadaan inilah, jiwa kemandirian Muhammad terpanggil. Beliau memulai mengasah mentalitas wirusahanya dengan menjadi pengembala. Beliau menjadi pengembala untuk orang-orang Mekkah di masa kanak-kanaknya. Pekerjaan ini adalah pekerjaan upahan dari orang yang mempunyai domba untuk digembalakan dan mendapatkan upah. Inilah magang pertama Muhammad membentuk mentalitas pengusaha tangguh dan ulet.
Usia mudanya Beliau lewatkan dengan mengembalakan domba orang Quraisy guna meringankan sedikit beban yang ditanggung oleh pamannya. Beliau ingin berpenghasilan dan bisa mandiri. Tidak hendak berpangku tangan hanya sekedar bermain saja. Pekerjaan yang mengembalakan ternak umum dilakukan oleh para nab dan rasul, seperti Musa sebagai syarat untuk menikah. Nabi Daud dan Isa alaihussalam.
Pekerjaan menggembala ternak merupakan pekerjaan yang membutuhkan dan memerlukan keterampilan memimpin. Memimpin kawanan ternak dengan kemampuan praktikal dalam manajemen. Mengembala ternak harus mampu mengarahkan ternak ke padang gembalaan yang subur dengan rumput yang menghijau. Menggiring ternak ke mata air untuk tidak kehausan. Pengembalaan ternak harus mampu mengendalikan kawanan ternak untuk tidak tersesat. Menjaga kawanan ternak dari pemangsa dan juga pencuri ternak yang selalu mengintai kelengahan dari pengembala ternak.
Fungsi mengembala menurut, Syafie Antonio dalam bukunya “The Super Leader Super Manager”, yaitu: Pertama, Path-finding atau mencari. Pekerjaan yang dilakukan adalah mencari padang gembalaan yang subur. Kedua Directing atau mengarahkan. Pekerjaan yang dilakukan adalah menggiring ternak kepadang gembalaan dan juga menggiring ternak kebali pulang.
Ketiga Controlling atau mengawasi. Pekerjaan yang membentuk karakter mampu mengawasi hewan ternak agar tidak tersesat atau terpisah dari kelompok ketika berada dalam kawanan gembalaan
Keempat Protecting. Melindungi. Pekerjaan yang menjadikan kebiasaan dan karakter mampu melindungi hewad dari pemangsa dan pencuri. Kelima Reflecting atau perenungan. Dimana dalam pekerjaan sebagai pengembala beliau mampu melakukan perenungan tentang alam bagaimana ia bekerja dan juga kehidupan manusia yang mempunyai berbagai kehidupan.
Dengan kemampuan yang terakumulasi dari mengembalakan ternak. Maka beliau memulai karir bisnis di usia 12 tahun. Inilah kepercayaan diri dari akumulasi dari pengalaman, skill dan pengetahuan mengembala domba. Perjalanan bisnis pertama adalah ketika mengikuti pamannya berdagang ke Syiria. Pada tahapan ini beliau masuk pada proses kerja magang (intership). Sebagai pengusaha.
Inilah tahapan terpenting dan pertama untuk mempersiapkan Muhammad saw menjadi milyurner. Beliau memulai sebuah intership dan menjadi karyawan yang mempunyai ruang tanggungjawab akan beberapa pekerjaan sekaligus. Rasulullah adalah potret pribadi sukses dalam menjalani kehidupan yang harus menjadi panutan bagi umat manusia. Sirah Nabi adalah living model yang diinginkan Allah untuk diimplementasikan oleh tiap pribadi muslim sejati. Jadi perayaan Maulid Nabi bukan sekedar kegembiraan atas kehadiran beliau dalam sejarah tapi yang lebih penting dari semua itu adalah bagaimana memahami perjalanan hidup beliau secara utuh, sempurna dan menyeluruh sehingga menjadi panutan dalam membangun peradaban umat manusia.
Kejujuran, Kunci Utama Sukses Bisnis Rasulullah
Etika bisnis memegang peranan yang semakin penting jika seseorang atau sekelompok orang memegang peranan yang menentukan nasib bisnis lain atau masyarakat yang lebih luas, dan mereka inilah yang disebut pemimpin atau lapisan kepemimpinan di dunia bisnis. Sosok dan reputasi Muhammad diakui dalam sejarah perdagangan dunia Arab. Ketika mencapai usia dewasa, Muhammad memilih pekerjaan sebagai pedagang/wirausaha.
Pada saat belum memiliki modal, beliau menjadi manajer perdagangan para investor (shahibul mal) berdasarkan bagi hasil. Seorang investor besar Makkah, Khadijah, mengangkatnya sebagai manajer ke pusat perdagangan Habsyah di Yaman. Kecakapannya sebagai wirausaha telah mendatangkan keuntungan besar baginya dan investornya. Tidak satu pun jenis bisnis yang ia tangani mendapat kerugian. Hal ini karena beliau memiliki sifat jujur dan amanah yang sangat tinggi.
Kecerdikan dalam berbisnis dan penguasaannya tehadap pasar juga sangat luar biasa. Pada suatu waktu Muhammad diminta membawa dagangan milik Siti Khadijah. Muhammad dikenal sebagai orang yang jujur dalam segala hal, sehingga digelari Al-Amin (orang yang paling dapat dipercaya). Hal itu pun diterapkan dalam berbisnis. Para pebisnis Quraisy Mekkah tidak suka kepada Muhammad yang jujur dalam berdagang ini. Bagi mereka, dagang ya dagang, jujur ya jujur. Mereka berpandangan tidak bisa kedua hal itu dipadukan. Akhirnya mereka membuat rencana untuk membangkrutkan Muhammad. Ketika rombongan pedagang Mekkah itu membawa barang dagangan ke Syam (sekarang dikenal dengan nama Suriah), mereka sengaja menjatuhkan harga. Muhammad tidak mau melakukannya, karena yang dia bawa adalah dagangan milik Siti Khadijah, bukan miliknya sendiri. Beliau harus amanah.
Selain itu, beliau telah sangat memahami kondisi pasar saat itu bahwa jumlah permintaan (demand) jauh lebih tinggi dari jumlah penawaran (suplay). Beliau memahami seluruh barang pasti akan terjual karena permintaan lebih tinggi dari jumlah barang yang tersedia. Karena itu, bila barang dagangan para saudagar Quraisy itu habis, pasti konsumen akan tetap mencari barang tersebut. Benar saja, ketika dagangan yang harganya dibanting itu habis, maka masyarakat akhirnya membeli barang-barang kepada Muhammad dengan harga normal. Ketika rombongan pedagang itu pulang, Mekkah pun gempar. Semua pedagang rugi, kecuali Muhammad yang untung besar. Inilah contoh kejelian melihat, menganalisis, dan memahami pasar serta keberkahan dari sikap jujur dan amanah. Ini juga merupakan bukti kemampuan merespon strategi pesaing secara jernih.
Marilah kita renungi sabda Rasulullah SAW : “Pedagang yang beramanat dan dapat dipercaya, akan bersama orang-orang yang mati syahid nanti di hari kiamat.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim).

pembahasan kritis isra' mi'raj

Maha Suci Dia, Yang telah menjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha, yang telah Kami berkati, sekelilingnya supaya Kami perlihatkan kepadanya sebagaian dari Tanda-tanda Kami. Sesungguhnya Dia, Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” (Surah al-Isra)
Ayat ini, yang nampaknya menyebut suatu kasyaf Rasulullah saw., telah dianggap oleh sebagian ahli tafsir Alquran menunjuk kepada Mi’raj (kenaikan rohani) beliau. Berlawanan dengan pendapat umum, kami cenderung kepada pendapat, bahwa ayat ini membahas masalah Isra (perjalanan rohani di waktu malam) Rasulullah saw. dari Mekkah ke Yerusalem dalam kasyaf, sedang Mi’raj beliau telah dibahas agak terperinci dalam Surah An-Najm.
Semua kejadian yang disebut dalam Surah An-Najm (ayat-ayat 8 – 18) yang telah diwahyu kan tidak lama sesudah hijrah ke Abessinia, yang telah terjadi di bulan Rajab tahun ke 5 nabawi, diceriterakan secara terperinci dalam buku-buku hadist yang membahas Miraj Rasulullah saw., sedang Isra Rasulullah saw. dari Mekkah ke Yerusalem, yang dibahas oleh ayat ini, menurut Zurqani terjadi pada tahun ke-11 nabawi ; menurut Muir dan beberapa pengarang Kristen lainnya pada tahun ke-12. Tetapi menurut Mardawaih dan Ibn Sa’d, perintiwa Isra terjadi pada 17 Rabiul-awal, setahun sebelum hijrah (Al-Khashaish al-Kubra) . Baihaqi pun menceriterakan, bahwa Isra itu terjadi setahun atau enam bulan sebelum hijrah.
Dengan demikian semua hadist yang bersangkutan dengan persoalan ini menunjukkan, bahwa Isra itu terjadi setahun atau enam bulan sebelum hijrah, yaitu kira-kita pada tahun ke-12 nabawi, setelah Siti Khadijah wafat, yang terjadi pada tahun ke-10 nabawi, ketika Rasulullah saw. tinggal bersama-sama dengan Ummi Hani, saudari sepupu beliau.
Tetapi Mi’raj, menurut pendapat sebagian terbesar ulama, terjadi kira-kira pada tahun ke-5 nabawi. Dengan demikian dua kejadian itu dipisahkan satu dengan yang lain oleh jarak waktu enam atau tujuh tahun, dan oleh karenanya kedua kejadian itu tidak mungkin sama ; yang satu harus dianggap berbeda dan terpisah dari yang lain. Lagi pula peristiwa-peristiwa yang menurut hadist terjadi dalam Mi’raj Rasulullah saw. sama sekali berbeda dalam sifatnya dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam Isra. Secara sambil lalu dapat disebutkan di sini, bahwa kedua peristiwa itu hanya kejadian-kejadian rohani belaka, dan Rasulullah saw. tidak naik ke langit atau pergi ke Yerusalem dengan tubuh kasar.
Kecuali kesaksian sejarah yang kuat ini, ada pula kejadian-kejadian lain yang berkaitan dengan peristiwa itu mendukung pendapat, bahwa kejadian itu sama sekali berbeda dan terpisah satu sama lain :
Alquran menguraikan kejadian Mi’raj Rasulullah saw. dalam surah 53, tetapi sedikit pun tidak menyinggung Isra, sedang dalam Surah ini Alquran membahas soal Isra, tetapi sedikit pun tidak menyinggung peristiwa Mi’raj.
Ummi Hani, saudari sepupu Rasulullah saw. yang di rumahnya beliau menginap pada malam peristiwa Isra terjadi, hanya membicarakan perjalanan Rasulullah saw. ke Yerusalem, dan sama sekali tidak menyinggung kenaikan beliau ke langit. Ummi Hani itu orang pertama yang kepadanya Rasulullah saw. menceriterakan perjalanan beliau di waktu malam ke Yerusalem, dan paling sedikit tujuh penghimpun riwayat-riwayat hadist telah mengutip keterangan Ummi Hani mengenai kejadian ini, yang bersum-ber pada empat perawi yang berlain-lainan. Semua perawi ini sepakat, bahwa Rasulullah saw. berangkat ke Yerusalem dan pulang kembali ke Mekkah pada malam itu juga.
Jika sekiranya Rasulullah saw. telah membicarakan pula kenaikan beliau ke langit, tentu Ummi Hani tidak akan lupa menyebutkan hal ini dalam salah satu riwayatnya. Tetapi beliau tidak menyebut hal itu dalam satu riwayat pun ; dengan demikian menunjukkan dengan pasti , bahwa pada malam yang bersangkutan itu Rasulullah saw. melakukan Isra hanya sampai Yerusalem ; dan bahwa Mi’raj itu tidak terjadi pada ketika itu. Nampaknya beberapa perawi hadist mencampur baurkan kedua peristiwa Isra dan Mi’raj itu. Rupanya pikiran mereka dikacaukan persamaan yang terdapat pada beberapa uraian terperinci mengenai Isra dan Mi’raj telah menambah dan memperkuat pendapat mereka yang kacau balau itu.
Hadist-hadist yang mula-mula meriwayatkan perjalanan Rasulullah saw. ke Yerusalem dan selanjutnya mengenai kenaikan beliau dari sana ke langit, menyebut pula bahwa di Yerusa lem dan selanjutnya mengenai kenaikan beliau dari sana ke langit, menyebut pula bahwa di Yerusalem beliau bertemu dengan beberapa nabi terdahulu, termasuk Adam as., Ibrahim as., Musa as., dan Isa as. ; dan bahwa di berbagai petala langit beliau menemui nabi-nabi yang itu-itu juga, tetapi tidak dapat mengenal mereka. Bagaimanakah nabi-nabi tersebut, yang telah beliau jumpai di Yerusalem, sampai pula ke langit sebelum beliau; dan mengapa beliau tidak mengenali mereka, sedang beliau telah melihat mereka beberapa saat sebelumnya dalam perjalanan itu-itu juga ? Tidaklah masuk akal, bahwa beliau tidak dapat mengenal mereka, padahal hanya beberapa saat sebelum itu, beliau bertemu dengan mereka dalam perjalanan itu juga.
Masjid Aqsha (masjid yang jauh) menunjuk kepada rumah peribadatan (kenisah) yang didirikan oleh Nabi Sulaiman as. di Yerusalem.
Kasyaf Rasulullah saw. yang disebut dalam ayat ini mengandung suatu nubuatan yang agung. Perjalanan beliau ke “Masjid Aqsha “ berarti hijrah beliau ke Medinah, tempat beliau akan mendirikan suatu masjid, yang ditakdirkan kelak akan menjadi masjid pusat Islam, dan penglihatan diri beliau sendiri dalam kasyaf, bahwa beliau mengimani pada nabi lainnya dalam shalat mengandung arti, bahwa agama baru, ialah Islam, tidak akan terkurung di tempat kelahirannya saja, melainkan akan tersebar ke seantero dunia, dan pengikut-pengikut dari semua agama akan menggabungkan diri kepadanya.
Kepergian beliau ke Yerusalem dalam kasyaf dapat pula dianggap mengandung arti, bahwa beliau akan diberi kekuasaan di masa khilafat (kekhalifahan) Sayyidina Umar ra. Kasyaf ini dapat pula diartikan sebagai petunjuk kepadasuatu perjalanan rohani Rasulullah saw. ke suatu negara jauh, di suatu masa yang akan datang. Maksudnya bahwa ketika kegelapan rohani akan menutupi seluruh dunia, Rasulullah saw. akan muncul kembali secara rohani dalam wujud salah seorang pengikut beliau, dalam satu negara yang sangat jauh dari tempat pertama beliau diutus.
ISRA’ DAN MASA DEPAN UMAT
Oleh ZA Khudori
Pemerhati Masalah-masalah Sosial Keagamaan
Tinggal di Tegineneng, Pesawaran (Lampung)
Kemajuan suatu kaum sesungguhnya telah dinubuatkan (direncanakan) oleh Allah SWT. Termasuk umat Islam. Untuk melukiskan kemajuan umat Islam, Allah SWT telah memperlihatkan sebuah pengalaman rohani yang dikenal dengan istilah Israa’ (memperjalankan di malam hari). Al-Quran mengabadikan pengalaman tersebut dalam Surat 17 (Al-Israa’/Bani Israil): 1, “’Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Dalam muqaddimah Surat ini, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Quran (SK MENAGRI No. 26 Tahun 1967; Edisi Baru, 1993) menyebutkan bahwa Surat ini dinamakan Al-Israa’ (yang berarti ‘memperjalankan di malam hari’) berhubungan dengan peristiwa Israa’ Nabi Muhammad SAW di Masjidil Haram (Mekkah) ke Mesjidil Aqsha (di Baitul Makdis) dicantumkan pada ayat pertama dalam Surat ini.
Sejarah mencatat bahwa Muhammad bin Abdullah diangkat sebagai Nabi dan diutus sebagai Rasul pada usia 40 tahun (610 M). Lima tahun pertama dalam menjalankan tugasnya telah beriman sebagian kecil kaum Kafir Quraisy. Para pengikut Nabi pada masa awal ini mendapat respon negatif berupa intimidasi dan tindakan kekerasan dari keluarga dan kawan sepermainan mereka. Atas izin Nabi akhirnya para sahabat itu hijrah ke negeri tetangga, Habasyah (Ethiopia) [615 M]. Sebuah negeri yang dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana. Seorang raja yang memberikan kebebasan dan perlindungan kepada masyarakatnya dalam menjalankan agama dan kepercayaannya.
Meskipun banyak hambatan dan rintangan, perkembangan ajaran Islam terus maju. Istilahnya ‘padat-merayap’ dan ‘maju terus pantang mundur’. Menyikapi hal ini para pembesar Quraisy mengambil sikap tegas yaitu memboikot Bani Hasyim dan Bani Muththalib. Caranya ialah dengan memutuskan segala perhubungan: hubungan perkawinan, jual-beli, ziarah-menziarahi dan lain-lain (Muqaddimah Al-Qur’an dan Terjemahnya: 1993: 62). Dalam masa pemboikotan ini wafat dua orang tercinta Nabi SAW: Pamanda Abu Thalib (87) dan Istrinda Khadijah (65). Begitu berdukanya Nabi sehingga tahun tersebut (620 M) oleh ahli sejarah dinamakan ‘Aamul Huzni (Tahun Dukacita).
Untuk menenangkan hatinya maka Nabi tinggal bersama sepupunya, Ummu Hani. Seperti reportase ahli sejarah kenamaan Ibnu Ishaq, sejarawan ini melaporkan, “Telah sampai kepada saya dari Ummu Hani binti Abu Thalib (nama aslinya: Hindun) mengenai perjalanan malam (Israa’) Nabi SAW. Katanya, “Nabi SAW hanya mengadakan perjalanan ke Baitul Maqdis ketika berada di rumah saya. Malam itu Nabi SAW tidur di rumah saya dan kami semua sedang tidur” (Fuad Hasyem: 1898: 222).
Dalam keadaan tidur inilah beliau SAW melihat berbagai peritiwa yang Nabi sendiri tuturkan (diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudriy), “Sudah dikirimkan kepada saya seekor hewan dan ia menyerupai bighal (peranakan kuda dengan keledai), Buraq namanya, dan biasa dikendarai oleh para nabi. Buraq itu membawa saya dan ia bisa melangkahkan kaki depannya sejauh mata memandang” (Taufik Rahman: 1990: 62).
Mengenai perjalanan selanjutnya, kita dapat membaca Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik (Ibnu Jarir Juz 15 hlm. 6). Mengingat panjangnya riwayat tersebut maka ringkasannya ialah sebagai berikut: Nabi dan Malaikat Jibril naik Buraq dari Masjid Al-Haran ke Masjid Al-Aqsha. Dalam perjalanan tersebut beliau-beliau bertemu dengan: seseorang yang memanggil-manggil Nabi, beberapa orang yang mengucapkan salam dan beberapa orang lagi melakukan hal yang sama. Dan tibalah beliau-beliau di Baitul Muqaddas. Lalu beliau memimpin shalat di mana makmumnya ialah para nabi. Setelah itu Malaikat Jibril menghadapkan 3 gelas kepada Rasulullah SAW. Gelas pertama berisi air, gelas kedua berisi arak dan gelas ketiga berisi susu. Rasulullah SAW mengambil gelas berisi susu, lalu beliau meminumnya. Setelah itu Malaikat Jibril menjelaskan apa saja makna yang tersirat dari apa yang telah beliau lihat itu (baca: QS 17:60). Peristiwa itu terjadi pada malam 27 Rajab 11 Nubuwwah (setelah beliau diangkkat menjadi Nabi) [Muqaddimah Al-Qur’an dan Terjemahnya: 1993: 63].
Riwayat di atas menimbulkan perdebatan theologies di kalangan Ahli Kalam (Theolog Muslim) bahkan para sahabat sekalipun: Apakah perjalanan itu secara fisik atau non-fisik (ru’yah [visi])? Selain umumnya umat Islam mempercayai kejadian itu secara fisik ada juga yang mempercayainya secara non-fisik, seperti ‘A’isyah RA misalnya, beliau mengatakan, “Tubuh Rasul berada di tempatnya ketika Allah memindahkan ruhnya pada malam itu.” Mu’awiyah juga katanya memberikan keterangan bahwa Israa’ itu betul-betul sebuah ru’yah dari Tuhan, demikian tulis Fuad Hashem.
Di luar kontroversi itu, ada pesan spiritual yang bijak dari Maulana Rahmat Ali, “Jauhilah perselisihan dalam soal (Israa’ dan) Mi’raj Rasulullah SAW. Serahkan saja hal itu kepada Allah SWT” (Miraj: 1949: 103).
Jauh lebih penting dari sekedar perdebatan theologis itu adalah bahwa di balik peristiwa Israa’ itu ada motivasi dari Nabi bahwa masa depan Islam itu cerah setelah mengalami kegelapan (lailan). Israa’ (perjalanan malam) itu simbol hijrahnya Rasul dan para sahabat ke negeri lain yaitu Medinah. Melalui hijrah inilah kemenangan Islam (Fatah Mekkah) akhirnya dapat dirasakan oleh umat Islam (QS 17:81 dan 9:33).
Kini kita hidup 15 abad setelah wafatnya beliau SAW. Kemenangan yang sejati adalah memenangkan perang terhadap keburukan moral dalam diri setiap Muslim (jihaadul akbar: jihaadun nafs). Sesuai ayat di atas (QS 17:1) kemajuan umat Islam sangat dipengaruhi oleh kegiatan umat dalam memakmurkan masjid. Karena dengan memakmurkan masjid maka akan terjadi 2 aktivitas yang strategis: hablum minallah (ibadah kepada Allah) dan hablum minan-naas (silaturahmi antar umat) sehingga terbuktilah bahwa umat Islam adalah rahmatal-lil-‘aalamiin.
(ZAKh, Ikd: 10/07/09)
Assalamu’alaikum wr.wb.
Para pembaca yang dimulyakan oleh Allah swt. sesama muslim, Isra’ Mi’raj Nabi Besar Muhammad saw adalah peristiwa penting dalam sejarah perkembangan Islam, bahkan di negara kita peristiwa ini diperingati dengan sangat meriah dan hari H-nya dijadikan hari libur nasional.
Namun banyak diantara kita yang hanya puas dengan cerita dan kisah yang terus menerus tanpa tahu hakekatnya. Selain itu seringkali terjadi perbedaan yang cukup tajam, mengenai apakah peristiwa itu terjadi secara jasmani atau rohani.
Tulisan singkat ini mencoba menarik perhatian dan pikiran kita untuk direnungkan hakikat yang sebenarnya dari peristiwa tersebut supaya kita dapat mengambil hikmahnya.
Semoga para pembaca menemukan kebenaran. Amin Allahumma Amin!
Wassalam,
Penyusun
Perlu kita renungkan:
Jika peristiwa Isra Mi’raj merupakan peristiwa jasmani Rasulullah saw naik ke langit bertemu para nabi, mungkinkah seseorang dapat selamat naik ke atas melewati atmosfir tanpa terbakar serta dapatkah seseorang yang naik ke atas dengan susunan udara yang sedikit bahkan tanpa adanya O2 dapat tetap hidup?
Jika Rasulullah Saw. di langit beserta jasad-nya menjadi imam sholat berjamaah para nabi yang telah wafat (tinggal roh), maka sholat para roh di belakang orang berjasad apa artinya dan bagaimana cara berdirinya serta cara sholatnya? Bukankah hal ini merupakan pemandangan rohani belaka?
Apakah orang yang sudah meninggal masih tetap terkena hukum wajib seperti kita men-jalankan sholat? Bukankah Rasulullah saw mengatakan bahwa orang yang telah mati putus amalnya serta kewajibannya?
Jika sholat Nabi saw di langit tsb merupakan sunnah, bagaimana mungkin umatnya menjalankan sholat sunnah di langit seperti Rasulullah Saw tersebut?
Jika pemahaman umum menganggap Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan Nabi saw semalam dengan jasadnya, padahal Surat Al Isra’ ayat 60 menyatakan dengan jelas bahwa (ruya’).Dan Kami tidak menjadikan “ru`ya” yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia .. ( Al-Isra :60)
Kita semua sepakat dan tidak menyangkalnya bahwa orang yang bermimpi itu jelas orang yang sedang tidur! Bukankah hal ini memperkuat keyakinan kita bahwa peristiwa tersebut adalah pemandangan rohani belaka?
Para mufasirrin sepakat bahwa Surat Al Isra diturunkan sekitar setengah tahun/setahun sebelum Hijrah dari Mekah ke Madinah dan dalam surah itu sama sekali tidak menyebut sedikitpun tidak menyinggung kepergian Nabi saw ke langit, sedangkan Mi’raj dijelaskan pada Surat An Najm yang diturunkan sekitar tahun ke-5 dan 6 kenabian dan dalam surah itu tidak menyinggung soal isra.
Apakah Nabi saw menemui Tuhan harus naik ke langit, apa sewaktu di bumi tidak pernah bertemu dengan Tuhan? Jadi jelas jarak antara turunnya kedua surat tersebut selisih 6 tahun, maka sesuai saat turunnya kedua surat tersebut tidakkah urutannya menjadi Mi’raj dulu baru Isra’?.
Menurut pemahaman umum bahwa perintah sholat mulai difardhukan atau ditetapkan pada peristiwa Mi’raj ketika Nabi saw menghadap Tuhan, apabila paham ini benar serta dibenarkan pula paham Mi’raj terjadi ber-sama Isra merupakan satu peristiwa, maka jika demikian halnya berarti Rasulullah saw beserta umatnya mulai sholat baru sekitar 11 tahun sesudah diutus, apakah sebelumnya Rasulullah saw beserta umatnya belum menjalankan sholat?
Dalam hadits diceritakan bahwa Nabi saw sampai naik turun beberapa kali agar Allah mengubah perintah shalat 50 kali sehari semalam menjadi hanya 5 kali. Apakah Allah yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana itu sebelumnya tidak mengetahui bahwa umat Muhammad saw tidak akan mampu menjalankan ibadah shalat 50 kali sehari semalam? Naudzubillah min dzalik! Mengapa Musa lebih mengetahui keberatan umat Nabi Muhammad saw, bukan Nabi saw sendiri yang kenal langsung umatnya yang mengajukan keringanan perintah shalat tersebut?
Sebaiknya kita terima paham yang lebih benar bukan sesuatu yang dirasakan ganjil dengan kisah-kisah yang tidak dapat diterima dengan akal sehat! Saya tidak menolak ayat2 Alquran tentang Isra dan Mi’raj juga tdk menolak hadis2 Isra dan hadis2 Mi’raj. Saya hanya mengajak kita untuk membuka cara pandang baru dan lebih masuk akal sehat dalam memahaminya.
Dalam hal Nabi saw dibelah dadanya, jantung dikeluarkan, dibersihkan kemudian diisi dengan iman dan hikmah ditampung dalam bejana emas. Kita yakin bahwa iman dan hikmah bukanlah benda yang dapat dibawa ditampung dalam bejana emas dan orang yang dibelah dan dibedah dadanya, jantungnya dikeluarkan mungkinkah beliau tetap hidup? Lalu yang dicuci di dalam jantung Nabi saw itu kotoran apa? Apakah masih perlu jantung beliau dibersihkan dari hal yang belum bersih? Lagi pula apakah tadinya jiwa Nabi saw itu kosong dari iman dan hikmah?
Bukankah hal ini merupakan pemandangan rohani (kasyaf dan ruya)belaka?
Dalam hadits Nabi saw melihat sungai Nil di Mesir dan sungai Eufrat di Irak berhubungan dengan 2 sungai sorga, jelas kita mengetahui bahwa kedua sungai tersebut ada dan bersumber air di bumi. Bukankah hal ini merupakan peristiwa ru-ya?
Dalam hadits diceritakan pula bahwa Jibril membuka atap rumah Nabi saw kemudian turun. Mengapa kali iniJibril sampai membuka atap rumah Nabi saw, padahal bertahun-tahun Nabi saw menerima kedatangan Jibril tanpa Benarkah atap rumah Nabi saw terbuka? Tidakkah hal ini membuktikan pemandangan rohani belaka?
Dalam hadits disebutkan bahwa sewaktu Nabi saw Mi’raj bersama Jibril, Jibril mengetuk pintu langit agar penjaga pintu membukanya! Apakah langit suatu bangunan atau benda berbentuk gedung yang ada pintunya? Apakah malaikat penjaga pintu tersebut tidak diberitahu bahwa ada tamu penting yang akan datang? Tidakkah hal ini membuktikan bahwa semua yang dialami oleh Nabi saw dalam Mi’raj hanyalah merupakan pemandangan rohani?
Jika Bouraq yang dikendarai Rasulullah saw berupa kuda dengan kepala seorang wanita yang cantik ini benar-, seharusnya sekarangpun binatang tersebut harus ada, ternyata hingga sekarangpun kita semua tidak pernah melihat ataupun mengenalnya, bukankah hal ini merupakan Dan apakah ada ayat Al Quran yang menjelaskan tentang binatang Bouraq tersebut?
Dan kita coba melihat arti dan rahasia yang tersimpan di dalam pemandangan rohani Nabi saw. dalam peristiwa erjalanan Nabi saw dari Makkah ke Masjidil Aqsha mengandung petunjuk bahwa Nabi saw bakal hijrah dari Makkah. Surat Al Isra’ ayat 1 yang artinya: “Masjidil Aqsha yang Kami berkati sekelilingnya”. Pada saat itu di Palestina belum ada masjidil Aqsha. Arti Masjidil Aqsha adalah masjid yang jauh, jarak antara Makkah ke Madinah ratusan kilometer. Tidakkah hal ini telah menjadi kenyataan bahwa Nabi saw benar telah hijrah dari Mekkah ke Madinah yang diberkati sekelilingnya?
Wassalamu ‘ala manittaba’al huda wa akhiru da’wana anilhamdulillahi rabbil ‘alamin