Kamis, 07 Maret 2013

fungsi akhlak tasawuf

Secara umum fungsi akhlak tasawuf ini dapat dilihat dari dua aspek
yaitu, pertama menyangkut kesejarahan akhlak tasawuf sejak lahir dan
paradigmanya masih tersisa sampai sekarang dan kedua, memotret realitas
fungsi akhlak tasawuf yang ditangkap oleh manusia modern dewasa ini.
Satu persatu akan digambarkan sebagai berikut:
Untuk aspek pertama, yaitu menyangkut kesejarahan akhlak
tasawuf sejak lahir dan paradigmanya masih tersisa sampai sekarang.
Maka akhlak tasawuf akan dapat berfungsi sebagai:
1) Mengembalikan akhlak Rasulullah Saw menjadi acuan kehidupan
sehari-hari umat Islam. Di sini, format akhlak Rasulullah Saw harus
menjadi koridor umat Islam terutama dalam mengarungi lautan
kenikmatan dan kemewahan kehidupan duniawi, agar tidak
kebablasan. Ini bukan harus kembali ke dalam padang pasir seperti
zaman Rasulullah Saw, melainkan agar umat Islam tidak jatuh ke
dalam Lumpur Kenikmatan dan kemewahan duniawi dan
meninggalkan sifat religiusitas dan kesederhanaan mereka. Fungsi
pertama ini mencuat karena setiap kali para elite pemerintahan dan
perekonomian itu diingatkan lewat himbauan keakhlakan Rasulullah
Saw kebanyakan didengar sambil lalu. Akibatnya dari pihak
pengritiknya menjadi mengeras, tidak cair. Para petinggi pemerintahan
dan perekonomian ini lebih komitrnen terhadap “kekuasaan” daripada
dakwah islamiyah (dalam arti teknis).
2) Menyeimbangkan kehidupan duniawi yang serba hingar bingar dengan
kehidupan spiritual yang serba teduh dan hening. Atau dengan kata
lain, memasukan nilai spiritualitas terhadap setiap sektor kehidupan.
Dengan adanya fungsi ini, sebagai misal, mulai popular sebutan “fiqh
sufistik”. Ini terjadi pada masa Al-Ghazali yang mengintroduksi
nuansa sufistik ke dalam fiqh agar pelaksanaan fiqh tidak sekedar
formalisme (yang kehilangan ruh). Spiritualitas, dalam fungsi ini,
diharapkan memberi warna untuk meningkatkan kadar religiusitasnya.
Dunia pemerintahanpun juga mulai diintervensi oleh al-Ghazali
dengan akhlak tasawuf ini dengan cara melayangkan surat-surat
kepada para elitik di pemerintahan. Pada wilayah grass-root (akar
rumput) menyeruak kehidupan tarekat (dengan segala plus minusnya)
agar kehidupan berdasar akhlak tasawuf bisa menjadi imbangan bagi
kehidupan para elitik pemerintahan dan perekonomian. Di sini sudah
terjadi pengkutuban antara “elitik pemerintahan” dengan “populis
kerakyatan” yang aberbasis pada akhlak tasawuf. Untuk aspek pertama
ini terdapat dampak yang kurang menguntungkan pula, yaitu ketika
lembaga tarekat masuk ke wilayah grass-root (akar rumput) secara
luas di tengah-tengah masyarakat. Dampak ini ialah timbulnya prosesproses
elitisasi dalam lembaga tarekat. Di dalamnya mulai menancap
kuat atratifikasi social antara lapisan yang disebut “mursyid” dengan
lapisan yang disebut “murid”. Hubungan dari kedua lapisan ini sangat
vertikal (paternalistik, kebapakan). Dengan demikian ada dua lapisan
social yang nampak, yaitu “pemerintah-rakyat” dan “mursyid-murid”.
Kalangan awam terjepit oleh pengaruh wibawa dua lapisan di atasnya,
yaitu pemerintah (dalam konteks pemerintahan), dengan mursyid
(dalam konteks sosial keagamaannya). Kondisi ini sebenarnya tidak
boleh terjadi, terutama untuk lembaga tarekat. Namun kenyataannya
masih berlangsung sampai detik sekarang ini. Adagium seperti
“kewalian”, “keberkahan”, “kualat”, “karamah”, “weruh sadurunge
winarah” dan sebagainya masih terdengar nyaring sampai detik
sekarang ini. Jika hal ini terus menerus masih terjadi, maka akan
menjadi batu hambatan terkonstruksinya akhlak tasawuf yang lebih
elegan (anggun) dalam menghadapi perbaikan social di zaman global
seperti sekarang ini.
Untuk aspek kedua, akhlak tasawuf berfungsi sebagai:
3) Peneduh jiwa karena hilangnya kebermaknaan hidup dalam zaman
kemajuan ilmu dan tekhnologi. Dalam masyarakat yang sudah maju,
nampaknya mulai timbul kemuakan dan kebosanan serta rasa
kekosongan makna hidup yang luar biasa. Piranti dan servis
kesejahteraan hidup hampir terpenuhi semuanya. Pasar, toko, super
market (bahkan sekarang mulai ada hyper market), mall, ruang
pameran dan sebagainya telah dipenuhi segala macam kebutuhan dan
piranti hidup. Orang-orang modern dewasa ini seolah-olah telah
dimanjakan oleh keadaan. Mereka menjadi merasa kurang tertantang.
Akibatnya kebosanan menjadi-jadi, alam kondisi jiwa dan psikologis
seperti itu nampaknya fungsi Pertama dari aspek ke dua ini menjadi
niscaya. Orang mengatakan hilangnya kebermaknaan hidup ini pasti
mengiringi bagi sebuah proses kemajuan yang secara terus menerus
akan diusahakan dan diraih oleh umat manusia, baik pada masa kini
maupun masa mendatang.
4) Pengeram psikologis dari kehidupan yang diwarnai penuh persaingan
(kompetisi). Dalam suasana seperti itu bagi kelompok manusia yang
merasa kurang kuat dalam bersaing, sementara tuntutan untuk ingin
bersaing juga tidak surut, maka timbullah stress (tekanan psikologis
yang berat). Dalam kondisi orang seperti ini maka akhlak tasawuf
merupakan medium untuk mengendor ketegangan psikisnya. Disinilah
fungsi kedua akhlak tasawuf untuk aspek kedua ini menjadi niscaya.
5) Penguat kesadaran kebersamaan hidup. Pada zaman yang maju dalam
hal ekonomi, ilmu, teknologi rasa keakuan (egoisme) cenderung
menguat tajam. Bisa dikatakan citra individualisme menguasai di
seluruh sector kehidupan. Karena egoisme meninggi, maka rasa
keterancaman menjadi menguat. Orang lain yang sebenarnya menjadi
kawan justru dianggap sebagai lawan atau musuh yang dianggap terus
mengintai yang akan menyerangnya. Dalam kondisi seperti itu
ketegangan psikologis (psychologicaltension) menjadi meninggi, maka
timbullah kecemasan (anxety), bahkan ketakutan (phobia). Karena itu
orang menjadi haus terhadap pemecahan apa yang harus dilakukannya.
Akhlak tasawuf mengajarkan perlunya kesadaran kebersamaan dalam
kehidupan. Bahwa di alam dunia yang fana ini tidak ada orang,
kelompok, bangsa, bahkan Negara yang dapat hidup senang sendiri
dan dapat hidup sendiri. Yang ada adalah adanya saling
ketergantungan (dependency) satu sama lainnya. Jika kesadaran
kebersamaan hidup ini berhasil dihayati dan dibiasakan dalam
kehidupan, maka kecemasan dan ketakutan akan menurun tajam.
Ketika menghadapi orang lain, maka tidak dianggap sebagai lawan
atau musuh yang akan menyeranginya, melainkan sebagai calon kawan
dan teman untuk berbagi pendapat dan perasaan. Falsafah Barat yang
mengintroduksi pandangan individualisme, hak-hak asasi dan “pasar
bebas”, maka orang ingin menguasai sebanyak banyaknya dan kalau
perlu seluruhnya (kemilikan tunggal). Oleh karena itu akhlak tasawuf
cenderung mampu menjadi paying perlindungan akan mampu
berkiprah dalam kondisi seperti ini. Dalam akhlak tasawuf ditekankan
prinsip “keadilan dan kesetaraan”. Dua prinsip ini dalam dunia modern
sekarang ini sering terjadi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan atau
prakteknya.
Ada sebuah tantangan untuk fungsi aspek ke dua akhlak tasawuf,
yaitu adanya opini baru dengan munculnya apa yang disebut “etika
global”. Konsep ini dirilis pertama kali dirilis oleh Hans Kung guru besar
kajian agama di Universitas Tubingen Jerman. Gagasan ini lalu di
deklarasikan dalam forum pertemuan Parlement of the World’s Religions
(Parlemen Agama-agama Dunia). Teks final deklarasi “etika global” ini
ditanda tangani hampir 200 orang delegasi agama-agama dunia. Dalam
menghadapi perkembangan etika global seperti ini, maka sudah
semestinya studi akhlak tasawuf harus bekerja keras agar tidak kalah
lajunya dalam menghadapi perkembangan kemajuan dunia dengan segala
perubahan social yang ada di dalamnya. Adalah tidak dapat diterima kalau
dalam al-Qur’an dinyatakan bahwa Islam (dengan symbol kerasulan
Muhammad SAW) adalah rahmatan lil ‘alamin, lalu daya paying akhlak
tasawuf hanya terbatas lingkupnya untuk umat Islam saja. Parlemen
Agama-agama Dunia ketika merumuskan deklarasi etika global berdasar
kerjasama internasional secara organisatoris yang rapih dan terencana.
Bukan suatu kemustahilan jika umat Islam akan merumuskan Akhlak
Tasawuf untuk memenuhi tuntutan rahmatan lil ‘alamin. Barangkali
kuncinya terletak pada niat bulat, kemauan bekerja keras dan manajemen
kerja secara organisatoris yang rapih dan terencana dengan baik. Inilah
tantangan masa depan akhlak tasaawuf untuk masyarakat dunia modern
seperri sekarang ini ataupun untuk masa depan.
b. Fungsi Khusus
Fungsi akhlak tasawuf secara khusus adalah berkaitan dengan
kesehatan mental atau jiwa manusia. Fungsi tersebut diantaranya adalah :
1) Membersihkan hati dalam berhubungan dengan Allah
Hubungan manusia dengan Allah dalam bentuk ibadah tidak
akan mencapai sasarannya jika tidak dengan kebersihan hati dan selalu
ingat dengan Sang Penciptanya. Misalnya, dalam shalat. Shalat
diperintahkan Tuhan, karena efeknya adalah mencegah manusia dari
berbuat tidak baik. Efek ini tidak dapat dicapai oleh manusia jika
shalat itu tidak dikerjakan dengan penuh keikhlasan dan kekhusy’an.
Sebagaimana sabda Nabi:
Artinya: Berapa banyak orang yang berdiri shalat, yang
bagiannya dari shalatnya hanya penat dan letih semata (HR. Baihaqy).
Maksud hadits di atas adalah sesuatu yang menyebabkan
shalatnya sia-sia yaitu karena kekurangan “syarat bathin” dalam shalat.
Syarat bathin itu adalah kebersihan jiwa yang menjadi sumber ikhlas,
khusyu’, dan khudhu’. Dan untuk menumbuhkan yang demikian itu
maka diperlukan mempelajari ilmu akhlak tasawuf.
2) Membersihkan jiwa dari pengaruh materi
Kebutuhan manusia itu bukan hanya pemenuhan tubuh materi
saja, tetapi dia mempunyai bathin yang disebut jiwa yang memerlukan
kebutuhan pula. Tubuh lahir manusia akan merasa puas bila diberi
makanan dengan protein nabati dan hewani, dengan demikian ia akan
sehat. Kebutuhan lahiriyah manusia erat hubungannya dengan jiwanya.
Kebutuhan lahiriyah ini timbul karena adanya dorongan jiwa untuk
mempertahankan dan melindungi tubuh dari berbagai ragam bahaya
yang bisa merusakannya, seperti panas, dingin dan sebagainya yang
berasal dari makhluk hidup lainnya. Untuk melindungi bahaya inilah
pada mulanya manusia berpakaian, memakai senjata dan lain-lain.
Tetapi dewasa ini pakaian bukan lagi digunakan untuk maksud
pertama tadi. Kini pakaian dipakai untuk menjaga gengsi. Karena itu
dipilihlah mode-mode yang terbaru dan termodern. Mode-mode ini
setiap bulan selalu berubah. Begitu pula dengan kebutuhan-kebutuhan
lain seperti rumah, tempat tinggal, mobil, kursi dan alat-alat perabot
lainnya. Orang pun sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan
lahiriyahnya saja. Akhirnya orang lupa diri. Mereka tidak tahu akan
kebutuhan jiwanya lagi, karena memuaskan kebutuhan lahiriyahnya
saja yang dipengaruhi nafsu. Satu-satunya jalan untuk
menyelamatkan manusia dari godaan materi adalah dengan
membersihkan jiwanya. Jalan untuk itu ialah dengan pelajaran agama,
yaitu pada bidang akhlak tasawuf.
3) Menerangi jiwa dari kegelapan
Jiwa manusia selalu gelisah, sebagaimana firman Allah. Swt:
Artinya: Kami jadikan manusia itu bersifat keluh kesah.
Masalah materi sering menjadi sangat besar pengaruhnya atas
jiwa manusia. Benturan di dalam mencari dan mengejar materi atau
mengejar apa saja yang diinginkan manusia sering menjadi masalah
bagi manusia itu sendiri bahkan kemudian timbul menjadi penyakit.
Penyakit-penyakit seperti resah, cemas, patah hati sebagai akibat dari
masalah-masalah di atas (termasuk di dalamnya sifat-sifat buruk
manusia seperti hasad, takabur dan sebagainya) hanya dapat
disembuhkan dengan obat yang datang dari ajaran-ajaran agama,
khususnya ajaran yang berobyekan bathin manusia yaitu akhlak
tasawuf.
4) Memperteguh dan menyuburkan keyakinan beragama
Hati akan teguh di dalam keyakinannya bila selalu disirami
dengan pelajaran-pelajaran yang bersifat ruhaniyah. Kekuatan umat
Islam di masa rasul bukan karena kekuatan fisik dan senjata, tetapi
ialah pada kekuatan mental dan spiritualnya. Sebaliknya kemunduran
umat Islam di masa keemasannya bukan karena akibat musuh semata,
tetapi karena hidup materialis yang tidak lagi memperhatikan
kebutuhan jiwa. Bila ajaran akhlak tasawuf diberikan pada hamba
Allah akan bertambah subur pula keimanannya. Segala amal perbuatan
akan membuahkan kebaikan, baik untuk dirinya sendiri maupun orang
lain
5) Mempertinggi akhlak manusia
Dengan memiliki hati yang suci dan bersih dan selalu di sirami
dengan ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya maka akan semakin tinggi
akhlak manusia. Ajaran akhlakul karimah atau munjiyat di bahas
secara panjang lebar dalam akhlak tasawuf. Tujuannya adalah untuk
membersihkan manusia dari akhlaqul madzmumah atau al-Muhlikat.
Pembersihan ini dinamai takhalli.
Bila manusia ini telah kosong dari perangai-perangai tercela, maka
memulainya dengan diisi dengan akhlaqul al-karimah (akhlak yang
terpuji) yang disebut takhalli. Takhalli adalah menghiasi pribadi insan
dengan keutamaan-keutamaan (akhlak yang mulia). Bila seseorang telah
dipenuhi perangai-perangai utama, niscaya terbukalah tirai yang
menghalanginya dari kebenaran Illahi. Bila tirai telah terbuka antara
manusia dengan Illahi dapatlah manusia itu mencapai kelezatan beribadah
kepada Tuhannya. Tersingkapnya tirai yang membatasi manusia dengan
Tuhannya dinamakan tajalli.
Aspek moral adalah aspek yang terpenting di dalam kehidupan manusia. Bila
manusia tidak bermoral, maka turunlah martabat dari kemanusiaannya. Inilah
fungsinya mempelajari akhlak tasawuf.
Hal ini supaya manusia tetap menempati martabatnya sebagai manusia yang
ditugaskan Allah Swt menjadi khalifah di muka bumi ini.
Adapun fungsi mempelajari akhlak tasawuf yang sifatnya lebih tekhnis adalah
sebagai berikut:
a) Untuk meningkatkan kemajuan rohani. Dalam hal ini untuk menjaga
kesetabilan mental spiritual dalam menghadapi segala lika-liku
kehidupan, termasuk di dalamnya godaan dan cobaan hidup. Tidak ada
seorangpun di dunia ini yang mampu menghindarkan diri dari godaan
atau cobaan hidup itu. Untuk menghadapinya perlu kestabilan mentalspiritual
yang baik.
b) Untuk menuntun ke arah kebaikan. Dalam kehidupan ini hampir tidak
terhitung apa yang akan dan sudah dikerjakan. Karena itu diperlukan
rambu-rambu agar tidak terjerumus ke dalam tindakan yang keliru.
Sepanjang hidup manusia tidak pernah terhindar dari jurang
kekeliruan, mengingat sehebat-hebatnya manusia tetap saja, berdasar
penjelasan al-Qur’an, diciptakan dalam keadaan atau kondisi dlaif
(lemah).
c) Untuk menopang kesempurnaan iman. Lisan bisa mengatakan “aku
telah beriman”, tetapi dalam prakteknya iman senantiasa naik dan
turun yang disebabkan faktor eksternal yang dialami manusia dalam
kehidupannya. Agar iman seseorang relative stabil, perlu ditopang oleh
pelaksanaan akhlak yang konsisten.
d) Untuk mempertajam tanggung jawab eskatologis. Yang dimaksud
istilah “eskatologi” di sini adalah hal-hal yang menyangkut setelah
mati, seperti hari akhirat dengan segala perangkatnya (dosa, pahala,
surga, neraka dan sebagainya). Tanggung jawab eskatologis ini “lebih
mengancam” daripada sekedar ancaman pengucilan masyarakat,
ancaman hokum dan sebagainya.
e) Untuk mempertajam tanggung jawab sesama dalam kehidupan.
Tanggung jawab ini misalnya tanggung jawab terhadap keluarga,
tetangga, rekan kerja, bangsa dan manusia pada umumnya. Dalam
pelaksanaan tanggung jawab itulah terdapat harga pribadi seseorang,
yaitu apakah diri seseorang itu berguna atau tidak.
f) Untuk menjaga martabat kemanusiaan seseorang. Bahwa dalam diri
setiap orang ada unsur sifat kebinatangan dan kemanusiaan, sifat
kemanusiaan yang menonjol adalah kesadaran untuk menyusun dan
mau tunduk pada peraturan. Dengan peraturan itu lalu lintas pergaulan
menjadi lebih lancar dan tidak gampang menimbulkan salah paham
yang ujung-ujungnya berupa perselisihan bahkan perang. Sedang sifat
kebinatangan hanya berlaku hukum rimba yaitu, siapa kuat dialah yang
menang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar