Kawinilah
wanita yang kamu cintai lagi subur (banyak melahirkan) karena aku akan
bangga dengan banyaknya kamu terhadap umat lainnya. [HR. Al-Hakim]
Begitulah anjuran Rasulullah saw kepada umatnya untuk memiliki anak keturunan.
Sehingga
lahirnya anak bukan saja penantian kedua orang tuanya, tetapi suatu
hal yang dinanti oleh Rasulullah saw. Dan tentu saja anak yang dinanti
adalah anak yang akan menjadi umatnya Muhammad saw. Berarti, ada satu
amanah yang dipikul oleh kedua orang tua, yaitu bagaimana menjadikan
atau mentarbiyah anak—yang titipan Allah itu—menjadi bagian dari umat
Muhammad saw.
Untuk menjadi bagian dari umat Muhammad saw. harus memiliki karakteristik yang disebutkan oleh Allah swt.:
Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas
sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya
Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan
tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang
kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara
mereka ampunan dan pahala yang besar. [QS. Al-Fath, 48: 29]
Untuk
mentarbiyah anak yang akan menjadi bagian dari Umat Muhammad saw. bisa
kita mengambil dari caranya Nabi Ibrahim, yang Allah ceritakan dari
isi doanya Nabi Ibrahim dalam surat Ibrahim berikut ini:
Ya
Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku
di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan,
Mudah-mudahan mereka bersyukur.
Ya
Tuhan kami, Sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan
dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi
bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.
Segala
puji bagi Allah yang Telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku)
Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha mendengar
(memperkenankan) doa.
Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.
Ya
Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian
orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. [Ibrahim:
37-41]
Dari
doanya itu kita bisa melihat bagaimana cara Nabi Ibrahim mendidik
anak, keluarga dan keturunannya yang hasilnya sudah bisa kita ketahui,
kedua anaknya—Ismail dan Ishaq—menjadi manusia pilihan Allah:
Cara
pertama mentarbiyah anak adalah mencari, membentuk biah yang shalihah.
Representasi biah, lingkungan yang shalihah bagi Nabi Ibrahim
Baitullah [rumah Allah], dan kalau kita adalah masjid [rumah Allah].
Maka, kita bertempat tinggal dekat dengan masjid atau anak-anak kita
lebih sering ke masjid, mereka mencintai masjid. Bukankah salah satu
golongan yang mendapat naungan Allah di saat tidak ada lagi naungan
adalah pemuda yang hatinya cenderung kepada masjid.
Kendala
yang mungkin kita akan temukan adalah teladan—padahal belajar yang
paling mudah itu adalah meniru—dari ayah yang berangkat kerjanya ba’da
subuh yang mungkin tidak sempat ke masjid dan pulangnya sampai rumah
ba’da Isya, praktis anak tidak melihat contoh shalat di masjid dari
orang tuanya. Selain itu, kendala yang sering kita hadapi adalah
mencari masjid yang ramah anak, para pengurus masjid dan jamaahnya
terlihat kurang suka melihat anak dan khawatir terganggu kekhusu’annya,
dan ini dipengaruhi oleh pengalamannya selama ini bahwa anak-anak sulit
untuk tertib di masjid.
Cara
kedua adalah mentarbiyah anak agar mendirikan shalat. Mendirikan
shalat ini merupakan karakter umat Muhammad saw sebagaimana yang uraian
di atas. Nabi Ibrahim bahkan lebih khusus di ayat yang ke-40 dari surat
Ibrahim berdoa agar anak keturunannya tetap mendirikan shalat. Shalat
merupakan salah satu pembeda antara umat Muhammad saw dengan selainnya.
Shalat merupakan sesuatu yang sangat penting, mengingat Rasulullah saw
memberikan arahan tentang keharusan pembelajaran shalat kepada anak:
suruhlah anak shalat pada usia 7 tahun, dan pukullah bila tidak shalat
pada usia 10 tahun. Rasulullah saw membolehkan memukul anak di usia 10
tahun kalau dia tidak melakukan shalat dari pertama kali disuruh di usia
7 tahun. Ini artinya ada masa 3 tahun, orang tua untuk mendidik
anak-anaknya untuk shalat. Dan waktu yang cukup untuk melakukan
pendidikan shalat.
Proses
tarbiyah anak dalam melakukan shalat, sering mengalami gangguan dari
berbagai kalangan dan lingkungan. Dari pendisiplinan formal di sekolah
dan di rumah, kadang membuat kegiatan [baca: pendidikan] shalat menjadi
kurang mulus dan bahkan fatal, terutama cara membangun citra shalat
dalam pandangan anak. Baru-baru ini, ada seorang suami yang diadukan
oleh istrinya tidak pernah shalat kepada ustadzahnya, ketika ditanya
penyebabnya, ternyata dia trauma dengan perintah shalat. Setiap
mendengar perintah shalat maka terbayang mesti tidur di luar rumah,
karena ketika kecil bila tidak shalat harus keluar rumah. Sehingga
kesan yang terbentuk di kepala anak kegiatan shalat itu tidak enak,
tidak menyenangkan, dan bahkan menyebalkan. Kalau hal ini terbentuk
bertahun-tahun tanpa ada koreksi, maka sudah bisa dibayangkan hasilnya,
terbentuknya seorang anak [muslim] yang tidak shalat.
Cara
keempat adalah mentarbiyah anak agar disenangi banyak orang. Orang
senang bergaul dengan anak kita, seperti yang diperintahkan oleh
Rasulullah saw: “Berinteraksilah dengan manusia dengan akhlaq yang
baik.” [HR. Bukhari]. Anak kita diberikan cerita tentang Rasulullah saw,
supaya muncul kebanggaan dan kekaguman kepada nabinya, yang pada
gilirannya menjadi Rasulullah menjadi teladannya. Kalau anak kita dapat
meneladani Rasulullah saw berarti mereka sudah memiliki akhlaq yang
baik karena—sebagaimana kita ketahui—Rasulullah memiliki akhlaq yang
baik seperti pujian Allah di dalam al-Quran: “Sesungguhnya engkau
[Muhammad] berakhlaq yang agung.” [Al-Qalam, 68: 4]
Cara
ketiga adalah mentarbiyah anak agar dapat menjemput rezki yang Allah
telah siapkan bagi setiap orang. Anak ditarbiyah untuk memiliki life
skill [keterampilan hidup] dan skill to life [keterampilan untuk
hidup]. Rezki yang telah Allah siapkan Setelah itu anak diajarkan untuk
bersyukur.
Cara
keempat adalah mentarbiyah anak dengan mempertebal terus keimanan,
sampai harus merasakan kebersamaan dan pengawasan Allah kepada mereka.
Cara
kelima adalah mentarbiyah anak agar tetap memperhatikan orang-orang
yang berjasa—sekalipun sekadar doa—dan peduli terhadap orang-orang yang
beriman yang ada di sekitarnya baik yang ada sekarang maupun yang
telah mendahuluinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar